Bandingkan Era Soekarno hingga SBY, Roy Suryo: Rezim Jokowi Apa Pantas Disebut Orde BuzzeRP?
JAKARTA- Pakar Multimedia dan Telematika, Roy Suryo, ikut mengomentari ramainya buzzer di media sosial. Mantan kader Partai Demokrat ini menilai, rezim Presiden Joko Widodo kerap dijumpai para buzzer yang membelanya.
Roy Suryo kemudian membandingkan dengan rezim-rezim sebelumnya. Jika di masa pemerintahan Soekarno disebut sebagai orde lama (Orla), dan rezim Soeharto disebut orde baru (Orba). Di masa BJ Habibie hingga Susilo Bambang Yudhoyono dikenal dengan rezim era reformasi,
“Dulu Bung Karno disebut OrLa =Orde Lama. Pak Harto disebut OrBa = Orde Baru, Sesudah Orde Reformasi (BJ Habibie ssampai pak SBY),” cuit Roy Suryo di twiternya, Kamis (11/2/2021).
Roy kemudian bertanya di rezmi Joko Widodo apa pantas disebut rezim buzzer. “Maka sekarang ini mau disebut apa? Kalau merunut Aliansi Mahasiswa ASLI UGM soal “BuzzerRp” tsb. Apa iya mau disebut OrBuzz = Orde BuzzerRp?” katanya.
Setidaknya, apa yang disampaikan Roy Suryo tersebut, senada dengan Ekonom senior Rizal Ramli. Rizal Ramli mengkhawatirkan akhir dari rezim Jokowi hanya dikenang sebagai ‘Rezim BuzzRP’.
Bukan tanpa alasan, Rizal Ramli melihat pemerintah tidak memiliki indikator keberhasilan ekonomi. Sehingga untuk menutupi itu, buzzer dikerakkan di media sosial.
“Saya kuatir karena pemerintahan Jokowi tidak memiliki legacy keberhasilan ekonomi, kemakmuran rakyat, bersih (anti KKN) dan pro-demokrasi, akhirnya hanya akan dikenang sebagai “Rezim BuzzeRP” yang kelola ekonomi secara ugal-ugalan, dan menutupinya dengan sewa BuzzeRP. What an irony,” tulis Rizal Ramli di akun twitter miliknya, Rabu (10/2).
Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman RI ini menilai, penggunaan buzzer oleh para pejabat negara adalah pembodohan terhadap negara. Sebab tak jarang ditemukan buzzer yang melakukan upaya-upaya rasionalisasi dengan kalimat-kalimat vulgar.
“Salah satu tujuan kemerdekaan kita adalah ‘Mencerdaskan Bangsa’. Penggunaan buzzeRP oleh pejabat secara masif, menggunakan logika bodoh dan bahasa-bahasa vulgar, adalah upaya pembodohan bangsa, bertentangan dengan cita kemerdekaan,” katanya. (fin)
Sumber: www.fajar.co.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: