Mengelola Depresi, Ini Cara Bijak Ciptakan Bahagia
JAMBIEKSPRES.CO.ID— Setiap orang memiliki pencetus stres berat yang berbeda-beda. Bisa karena kehilangan pekerjaan, belum punya anak, kerjaan menumpuk, dan lainnya.
Stres tinggi bisa berangkaian dengan kelelahan emosional dan merasa tidak bahagia. Dampaknya bisa berupa pola hidup tak sehat, makan penuh emosi (emotional eating), hingga perilaku tidak produktif bahkan destruktif.
“Kita perlu tahu, stressor itu pemicu atau trigger-nya apa? Ini penting kita tahu sumbernya dari mana? Root cause-nya dari mana?” urai Flavia Norpina Sungkit, psikolog dari IKIGAI Consulting, dalam seminar kesehatan NutriClass kerja sama Nutrifood Indonesia dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Senin (15/2/2021).
Secara umum, pencetus stres bisa berasal dari dua hal: internal dan eksternal. Secara internal, bisa saja memang berasal dari dalam diri sendiri. Bisa juga karena faktor lingkungan, yakni kondisi di luar diri yang mengakibatkan tekanan mental.
Ketidakmampuan mengelola stres ini bisa membawa implikasi serius. Bahkan, cenderung negatif dan merusak. “Destruktif (merusak) itu, contohnya, karena stres tinggi, kita jadi mudah menyalahkan orang lain,” imbuh Fla, sapaan akrab Flavia.
Efek lainnya, seseorang dengan stress tinggi, akan menjadi kurang bahkan kehilangan kepercayaan diri. Akibatnya, pekerjaan yang selama ini enteng dikerjakan karena sudah menjadi kegiatan harian, pun akan berat diselesaikan lantaran ketidakmampuan menangani stres tersebut.
Ketika seseorang hendak membangun hidup yang sehat, maka yang tak kalah penting dan tak bisa dipisahkan adalah menciptakan mental yang sehat pula. Mental yang terganggu, cenderung akan membawa imbas terhadap semua aspek kehidupan seseorang.
“Untuk mencapai kebahagiaan, mesti mencapai mental yang sehat, selain fisik yang juga sehat,” imbuh wanita yang pernah menjadi HR Practitioner Nutrifood Indonesia ini.
Studi oleh mental health foundation di Inggris pada 2016 menemukan, 32 persen orang dengan stres tinggi meninggal karena kanker. Depresi berat juga mengarah ke penyakit jantung.
Selain itu, studi journal social science and medicine pada 2017 menemukan relasi antara kesehatan mental dan fisik. Keduanya berkorelasi positif. Kekurangefektifan fungsi salah satunya, juga memicu penurunan produktivitas. Pada akhirnya, juga berdampak pada penghasilan yang seret.
Umur Terpanjang
Setiap negara memiliki harapan hidup panjang yang berbeda-beda. Termasuk tingkat kesehatan warganya, pun tak sama. Jepang termasuk negara yang memiliki tingkat kesehatan warga yang tinggi dan memiliki harapan hidup panjang.
Jepang dan Amerika merupakan dua negara yang berprestasi untuk klasifikasi ini. Pada 2020, angka harapan hidup rata-rata orang Jepang adalah 84,67 tahun. Sementara Amerika Serikat, rata-rata 78,93 tahun.
“Indonesia itu 71,77 tahun. Jadi perbedaannya di angka 12-13 tahun,” kata perempuan kelahiran Pontianak, Kalimantan Barat, 1990 itu.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan agar tetap sehat dan memiliki harapan hidup panjang berdasarkan konsep IKIGAI, sebuah konsep kehidupan yang berasal dari Jepang. IIKIGAI bisa berarti tujuan hidup atau purpose of life.
Dengan konsep ini, seseorang yang telah mampu menerapkannya, akan mampu mengintegrasikan antara cinta, misi, kecenderungan, pengusaan, profesi, keahlian, dan skill personal, yang berujung pada peningkatan kebahagiaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: