>

7 Hal Kontroversial Munarman

7 Hal Kontroversial Munarman

Menurut Munarman, 37 orang yang disebutkan Benny itu semuanya sudah dihukum oleh pengadilan.

“Pertama, orangnya kan sudah dihukum, dan dari daftar itu tidak semua anggota FPI,” katanya ketika dikonfirmasi, Kamis (17/12).

Kedua, kata Munarman, nama itu dikeluarkan untuk pengalihan isu dari kejadian kematian enam anggota FPI yang ditembak oleh polisi.

Selanjutnya, tindakan penyebaran nama anggota FPI yang telah dihukum itu bentuk kekerasan spiral kepada FPI.

“Itu bentuk dari spiral kekerasan terhadap FPI dengan melakukan labeling. Jadi kejahatan aparatur negara ini berulang dan berlanjut demi tujuan menjustifikasi brutalitas aparat mereka,” tambah Munarman.

5. Advokasi Korban Pelanggaran HAM

Munarman merupakan kuasa hukum keluarga enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) yang tewas diduga ditembak polisi di Tol Jakarta-Cikampek KM 50 Karawang, Jawa Barat, Senin 17 Desember 2020 dini hari.

Munarman tidak menerima begitu saja rekomendasi Komnas HAM yang menyebut peristiwa 7 Desember sebagai peristiwa pidana biasa. 

Hal itu Itu disampaikannya menanggapi diserahkannya hasil laporan Komnas HAM atas peristiwa 7 Desember 2020 dari pemerintah kepada polisi.

“Kalau Komnas HAM ngotot peristiwa ini adalah peristiwa pidana biasa, enggak perlu ada Komnas HAM, dong,\" kata Munarman dalam pesan singkatnya kepada JPNN.com, Selasa (2/2).

Munarman juga merupakan salah satu anggota Tim Advokasi Korban Pelanggaran HAM.

Dia menyebut bahwa pihaknya telah melaporkan tragedi Jakarta 21-22 Mei 2019 dan peristiwa tewasnya 6 laskar FPI pada 7 Desember 2020 lalu ke Pengadilan Pidana Internasional (ICC) di Den Haag, Belanda.

Pelaporan itu dilakukan karena menilai dua kejadian tersebut sebagai pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh aparat resmi negara.

Menurut Munarman, pelaporan tersebut resmi dilayangkan pada 16 Januari 2021. “Kami Tim Advokasi Korban Pelanggaran HAM berat melaporkan tragedi 21-22 Mei 2019 dan pembantaian 7 Desember oleh aparat negara ke ICC,” ujar Munarman kepada wartawan, Kamis (21/1).

Munarman menuturkan dalam laporan tersebut pihaknya melampirkan dokumen-dokumen dan fakta-fakta kejadian terkait dua peristiwa yang menewaskan total 16 nyawa sipil di tangan kepolisian tersebut. Tragedi 21-22 Mei 2019 di Jakarta dan peristiwa 7 Desember 2020 di Tol Japek Km 50, dua kejadian terpisah. Tragedi 21-22 Mei, peristiwa tewasnya 10 warga sipil di kawasan Tanah Abang, Petamburan, Jakarta Pusat, saat kerusuhan penolakan hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Peristiwa 7 Desember 2020, yaitu insiden penembakan mati enam laskar FPI yang diduga dilakukan oleh kepolisian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: