Dibesarkan Orang Tua Buddha dan Katolik, Kisah Dian Sastro Mencari Keyakinan sejak Umur 17 Tahun hingga Mualaf
“Jadi kekgitulah toleransi yang ada di keluarga gua. And I so grateful about it. Sampai sekarang gua serumah dengan nyokab. Dan kita saling menguatkan banget. Kayak kemarin nyokap Paskahan gua yang bikinin makanannya, mereka doa-doa. Memang keluarga kita alhamdulillah warna warni banget dan Bhineka banget,” ungkapnya.
Mualaf Berawal dari Pertanyaan saat Usianya 17 Tahun
Dian Sastro mengaku tidak menyangka bisa mencapai proses pencarian agama yang cukup komplek. Ini semua berawal dari pertanyaan yang memenuhi kepalanya tentang mengapa Tuhan menciptakan manusia.
“Gua juga enggak nyangka sebenarnya. Yang menarik adalah gue percaya jodoh-jodohan saat gua mencari (Tuhan dan agama). Gue punya pertanyaan labil banget umur 17 tahun, nanyanya yang enggak -enggak,” sebutnya.
“Kayak ‘kalau universe itu gede banget kita cuma segelintir debu kenapa (manusia) perlu ada? Ribet banget, kenapa perlu diadaian, kalau nanti mau kiamat juga, report amat ngapain ada’,” kenangnya soal pertanyaan yang memenuhi kepalanyas saat itu.
Untuk mencari jawaban pertanyaan itu, Dian mendatang pemuka dari berbagai agama.
“Pertanyaan fisolosofi banget, itu gue tanyakan ke pendeta, pastur, ke bisku, ke pemuka agama Hindu, dan jawaban mereka macam-macam. Dan enggak tahu kenapa waktu itu gue enggak pernah benar-benar merasa terjawab dengan cara jawab mereka yang berbeda-beda,” jelasnya.
Hingga ada satu momen, Dian diajak tantenya pengajian dan dirinya menemukan seorang ustaz yang bisa menjawab pertanyaan tadi.
“Cuma ada satu yang gue enggak nyangka banget adalah, tante gue mengajak gua ke pengajiannya. Terus di situ ada Pak Ustaz yang lumayan pembahasannya logis banget. To my own surprises (Dian kaget), jawaban dia terhadap pertanyaan gue, itu kok gue nyes banget. Dan terjawab juga (sayangnya) gue lupa juga dia (Ustaz) jawabannya,” tuturnya.
Saat itu, yang membuat Dian kagum, dia mendengar Ustaz itu memberikan jawaban dengan buku kitab.
“Dia menjawab dengan buku kitab Alquran dan kitab injil perjanjian baru dan perjanjian lama, dia mengajak kita baca. Banyangin tiga kitab ini sebenarnya dari Tuhan yang sama, nabi-nabi. Betapa yang kita cari itu hikmahnya. Murid-murid yang berguru sama dia lebih jadi toleransi, lebih terbuka pikirannya,” sebutnya.
Saat itu, Dian menyaksikan bagaimana sang ustaz membuka pikirannya bahwa Islam adalah agama yang toleran.
“Itu indah banget menurut gue, dari somebody yang baru datang dari agama lain, oh ternyata toleransi ya agama ini. Jadi gue langsung, gue mau belajar dari bapak ini, dia bisa memuaskan dahaga keheranan gue,” ujarnya.
Saat itu, Dian pun mengutarakan niatnya mau belajar ke ustaz itu. Dan, sang ustaz mengatakan jika ingin belajar harus mau salat lima waktu.
“Kamu mau enggak, dia nanyanya gitu lagi, saya pikir pikir dulu ya pak. Akhirnya boleh deh, mau deh pak. Intinya yang gue pelajari kenapa gua menemukan di Islam, karena Islam yang gue pelajari basicly pasrah, berserah,” ungkapnya. (nin/pojoksatu)
Sumber: www.pojoksatu.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: