>

Profil Andrei Angouw, Walikota Konghucu Pertama di Indonesia

Profil Andrei Angouw, Walikota Konghucu Pertama di Indonesia

“Tahun 2010 hampir dipecat. Tapikan tidak kemana-mana,” ujar AA, sambil tertawa dengan tawa khasnya.

“Bukan 10 tahun ini cuaca cerah terus. Ada juga lewati badai, tapi tetap tidak kemana-mana,” tambahnya lagi, masih tetap diikuti tawa khas AA.

Setelah merasakan pahit-manis di politik, alumnus SMA Rex Mundi Manado ini mengakui dia sudah merasakan banyak hal positif, sebagaimana tujuan utamanya berpolitik.

“Kita bisa mempengaruhi program pemerintah, juga ikut menentukan yang akan dilakukan pemerintah. Di antaranya kebijakan pembenahan daerah yang tujuannya kesejahteraan masyarakat,” tukasnya.

AA tidak akan pernah puas mencapai tujuannya berpolitik. Karena dia berpendapat, dunia yang kian dinamis membuat kebutuhan masyarakat pun terus berubah.

“Semua dinamis. Pembangunan dinamis. Perjuangan dinamis. Saat kita tiba di sana, pasti ada sesuatu yang baru lagi,” kata pengusaha yang pernah menjadi Ketua Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia Sulawesi Utara ini.

Ketika diwawancara saat itu, AA tak segan bicara soal target politiknya. “Politisi itu tujuannya pemikiran kita menjadi program pemerintah. Kalau saya, sudah cukup sampai di sini (ketua dewan),” ungkap anggota DPRD Provinsi Sulawesi Utara tiga periode ini.

Apalagi, kata AA, dia tak pernah memimpikan dan membayangkan menjadi ketua dewan provinsi. “Mimpi, bayang, tidak pernah. Sampai dua-tiga bulan sebelum menjadi ketua,” katanya tertawa lepas.

Keluarga Sangat Mendukung

Posisinya sebagai ketua dewan diakui AA sangat berpengaruh sebelum terpilih menjadi walikota. “Bedanya dengan anggota dewan, ya lebih berpengaruh,” lanjutnya.

Beralih ke topik jabatan eksekutif, raut wajah AA sedikit berubah lebih serius. “Awal saya berpolitik memang ada ketertarikan menjadi eksekutif (kepala daerah),” ujarnya.

Namun, penjelasan AA tak berhenti di situ. “Tapi sebenarnya saya sudah lewat target sekarang. Sudah jadi ketua dewan provinsi,” tuturnya, diikuti tawa.

Meski begitu dia tak menampik jika ketertarikan menjadi kepala daerah itu tetap ada. Beranjak kembali pada tujuannya berpolitik yakni pemikirannya menjadi program pemerintah.

“Memang sama seperti saya menjadi ketua dewan. Tapi kalau wali kota, skop dan tupoksinya beda. Namun keduanya sama, pemikiran kita bisa menjadi program pemerintah,” sambungnya.

Soal visi dan misi, kata AA sebenarnya mudah. Dia berpendapat karena masih satu pulau dan satu negara, maka visi dan misi kepala daerah harus selaras dengan presiden maupun gubernur.

“Visi dan misi harus sinkron. Jangan semua bikin visi dan misi sendiri-sendiri. Akhirnya kacau balau,” tukasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: