Dicecar Pajak Sembako, Sri Mulyani Kikuk Belum Bisa Menjelaskan ke Publik
JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani tak menyangka penerapan Pajak Penambahan Nilai (PPN) sembako bakal membikin gaduh. Tidak saja gaduh, rencana pajak sembako itu juga langsung panen penolakan dari berbagai kalangan. Bukan saja dari masyarakat, tapi penolakan juga datang dari DPR RI.
Akan tetapi, Sri Mulyani mengaku tak bisa menjelaskan secara rinci terkait kebijakan yang tertuang dalam Revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) itu.
Alasan yang dikemukakan Sri adalah lantaran draf RUU KUP memang belum disampaikam ke Paripurna DPR RI.
“RUU KUP sampai hari ini belum disampaikan di Paripurna. Kami tentu dari sisi etika politik belum bisa menjelaskan ke publik sebelum ini dibahas,” jawan Sri Mulyani menjawab cecaran pertanyaan.
Ia menyatakan, dokumen RUU KUP merupakan dokumen publik yang akan disampaikan ke DPR melalui Surat Presiden.
Atas hal itu pula, ia menyayangkan draf RUU KUP lebih dulu bocor ke publik sebelum dibahas secara menyeluruh hingga dibawa ke Paripurna DPR RI.
“Memang ini situasinya menjadi agak kikuk, karena memang ternyata dokumennya sudah keluar, karena sudah dikirimkan kepada DPR juga,” tuturnya.
Dipicu Penafsiran Sepihak
Sri pun kembali menekankan bahwa pihaknya masih belum bisa menjelaskan terkait rencana penerapan pajak sembako. “Sehingga kami dalam posisi tidak bisa menjelaskan keseluruhan arsitektur dari perpajakan kita,” imbuh dia.
Sri mengakui, beredarnya draft RUU KUP itu telah memantik kegaduhan. Ia menyebut, bahwa hal itu dikarenakan penafsiran yang dilakukan pihak-phak tertentu.
“Yang keluar sepotong-sepotong yang kemudian di-blow-up seolah-olah menjadi sesuatu yang tidak mempertimbangkan situasi hari ini,” katanya.
“Padahal, hari ini fokus kita itu adalah pemulihan ekonomi,” tandasnya.
Untuk diketahui, rencana pengenaan PPN terhadap barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak tertuang dalam Pasal 4A draf revisi UU KUP.
Dalam draf beleid tersebut, barang kebutuhan pokok serta barang hasil pertambangan atau pengeboran dihapus dalam kelompok jenis barang yang tidak dikenai PPN.
Dengan penghapusan itu berarti barang itu akan dikenakan PPN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: