Komisi II DPRD Provinsi Jambi Sidak Pengelolaan Pasar Angso Duo

Komisi II DPRD Provinsi Jambi Sidak Pengelolaan Pasar Angso Duo

JAMBI - Pengelolaan pasar Angso Duo baru disorot oleh DPRD Provinsi Jambi. Bukan hanya karena menunggak kontribusi sebesar Rp 10 Miliar kepada Pemprov Jambi, fasilitas yang dikelola PT. Era Guna Bumi Nusa (EBN) seperti parkir hingga pengaturan dalam pasar turut menjadi catatan merah.

Hal ini didapati saat inspeksi mendadak (Sidak) Komisi II DPRD Provinsi Jambi yang membidangi keuangan dan aset pada Selasa (22/6). Dewan juga langsung melakukan tinjauan pada tempat pembayaran karcis di depan pintu masuk kendaraan roda dua yang terlihat tak tertata. Terlihat tak ada karcis yang dipegang oleh pengunjung untuk masuk pasar, bahkan saat keluar pasar penumpang hanya dipatok kisaran Rp 2 ribu rupiah.
Terlihat juga saat di pasar adanya uang parkir yang diminta di dalam pasar oleh sejumlah juru parkir. Setelah sempat coba berdiskusi dengan pihak EBN para anggota Dewan menyatakan tak puas dengan jawaban EBN. Tim dewan dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi II Rusli Kamal Siregar, dan ikut serta Apif Firmasnyah, Rendra, Hasani Hamid, Abun Yani, Musharudin dan lainnya.
Abun Yani, salah seorang anggota dewan yang ikut sidak mengatakan, pasar Angso Duo carut marutnya semakin banyak. Ada perbedaan versi dari pengelola dan Pemprov. “Makanya akan kita buka terang benderang supaya masyarakat tahu aset masyarakat Jambi ini, karena kita lihat pasar ini tak seperti pasar modern, baik pengelolaan dan infrastruktur semua kacau tak tertata dengan rapi, maka kita lihat perjanjian awal dan desain bangun seperti apa,” katanya.
Ia menambahkan, dari Pemprov mengatakan ada tunggakan tunggakan Rp 10 Miliar yang harus dibayar. Kedepan akan dilihat siapa yang melakukan wanprestasi apakah debitur atau kreditur. “Andai kata EBN yang wanprestasi mereka bukan hanya menunggak pembayaran tapi mereka wajib membayar bunga dan kerugian yang diderita kreditur,” ucapnya.
Abun Yani mengakui juga melihat keanehan dari sisi pemerintah kenapa Pemprov tak ambil langkah hukum. Jika Pemprov sudah ajukan somasi (surat peringatan) tiga kali kepada EBN kenapa tidak dilakukan eksekusi. “Makanya nanti kita undang semua pihak, termasuk biro hukum bagaimana kinerjanya mentelaah masalah ini seperti apa kedepannya juga, Saya ancam jika seandainya pemprov tak lakukan langkah hukum artinya pemerintah ada apa-apanya berarti ada koreng yang perlu dibuka,” katanya.
Ia berpandangan PT EBN memang harus membayar semua tunggakan, dan tidak bisa dibayar mengangsur.
Sementara itu, Kepala Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) Provinsi Jambi Agus Pirngadi mengatakan, tinjauan yang dilakukan untuk menindaklanjuti proses kerjasama Pemprov dengan pihak EBN, dimana EBN ada kontribusi tetap dan denda sebesar Rp 10 Miliar yang belum dibayar.
Tak hanya itu, Agus mengungkap ada juga kontribusi bagi hasil parkir sejak EBN mengelola parkir yang belum dibagikan dengan Pemprov Jambi. “Besarannya 20 persen biaya parkir setelah dipotong biaya operasional, perhitungan rekonsiliasi belum bisa dilakukan sebelum syarat seluruh proses pemungutan retribusi harus tercatat,” katanya.
Selain itu, juga ada sewa jalan milik Pemprov Jambi yang sejak triwulan kedua tahun 2020 atau sekitar Rp 240 juta yang belum dibayar. “Totalnya jadi lebih dari Rp 10 M, inilah yang menjadi dasar komisi II turun, untuk mengetahui kondisi riil pengelolaan dan pembangunan angso duo seperti apa,” jelasnya.
Untuk langkah selanjutnya Agus menyebut akan melakukan rapat Tim Koordinasi Kerjasama Daerah (TKKSD) yang diketuai Sekda yang direncanakan pada hari Rabu.
Sementara itu, pihak EBN melalui Kepala Bagian Hukum dan HRD mengatakan pihaknya menyatakan siap mengikuti proses selanjutnya. Ia mengatakan, kedatangan sidak hanya soal pengelolaan sedangkan untuk rumor akan ada pengambil alihan belum dibicarakan. “Kami siap pada prinsipnya jika dipanggil DPRD karena ini masalah keperdataan,” ujarnya.
Terkait tunggakan yang belum dibayar, pihaknya sudah bertikad baik untuk mengangsur pembayaran namun ditolak Pemprov yang menginkan tunggakan dibayar lunas.”Kami sudah membalas surat peringatan ketiga dari Pemprov yang habis pada 9 Juni lalu, bahwa kami akan mengansur Rp 2,5 Miliar namun ditolak dengan alasan sudah habis,” katanya.
Menurut Maiful, pada pasal perjanjian BOT perselisihan haruslah diselesaikan dengan duduk bersama. “Kita harusnya satukan persepsi, ini juga karena izin pengelolaan sendiri belum diserahkan pemprov saat pasar selesai dibangun, ini yang membuat kami tak bisa menarik iuran fasilitas pasar seperti jalan dan atap konstruksi. Yang bisa kami tarik hanya sarana yang kami buat seperti listrik, air dan kebersihan,” jelasnya.
Maiful mengatakan terlalu otoriter jika tak ada keringanan untuk pembayaran tunggakan Rp 10 Miliar ini padahal pihaknya sudah beritikad baik. Pihaknya juga siap membawa perselisihan ini menuju jalur hukum, jika ada pengambil alihan paksa. Nantinya jangan lagi malah koreng pemprov yang nampak setelah dilakukan upaya hukum. “Kami membuat perjanjian dengan pemprov sebagai badan hukum, artinya jika kami diminta pergi harus dengan putusan hukum tak bisa seenaknya,” pungkasnya. (aba)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: