>

Menuju Medali Lebih

Menuju Medali Lebih

Dalam diskusi-diskusi itu, biasanya saya selalu menekankan pentingnya partisipasi di dunia olahraga. Bagaimana kembali ke fundamental, mengingatkan kita pada pelajaran sekolah zaman dulu, yang pernah menyebut istilah \"Memasyarakatkan Olahraga dan Mengolahragakan Masyarakat.\"

Saya juga sudah berkali-kali menyinggung itu dalam tulisan saya selama bertahun-tahun. Dan tentu, itu filosofi utama saya dalam mengembangkan segala \"usaha olahraga\" yang saya tekuni selama ini.

Hanya saja, saya selalu menyampaikannya dengan bahasa: \"Partisipasi adalah income, prestasi adalah cost. Kalau partisipasi terus dikembangkan, maka partisipasi akan bisa membiayai prestasi.\"

Filosofinya kedua istilah itu sebenarnya searah, hanya mungkin istilah saya lebih \"industri.\"

Saya tidak mau menuliskannya panjang lebar lagi. Saya ingin merangkumnya saja. Maksud saya adalah, kalau ingin menjadi negara yang punya banyak prestasi di dunia olahraga (apa pun), maka yang paling utama adalah terus meningkatkan partisipasinya.

Definisi saya soal \"partisipasi\" itu sangat luas. Mulai dari makin banyak yang menjalani olahraga itu, menseriusi olahraga itu, sampai makin banyak yang menonton olahraga itu. Karena semakin banyak yang berpartisipasi, maka perputaran uang di olahraga itu akan terus meningkat, industrinya hidup, dan kemudian olahraga itu bisa hidup secara \"industri.\" Setelah itu, seharusnya lebih mudah menemukan atau menciptakan bintangnya.

Karena fokus utamanya partisipasi, maka segala resource diarahkan untuk itu. Memperbanyak peserta olahraga. Yaitu atlet yang berlaga, serta penonton yang akan keluar uang untuk menonton dan mendukung industrinya. Jangan lupa pelatihnya, wasitnya, fisionya, serta semua yang menopang olahraga itu.

Jangan terjebak seperti sekarang, yang rasanya lebih banyak pengurus olahraga daripada olahragawannya. Pengurus yang bukan atlet, bukan ahli olahraga, bukan pelaku industri olahraga, dan yang pasti bukan pembeli tiket untuk menonton olahraga. Yang lebih parah, pengurus yang belum tentu mengerti olahraga, dan belum tentu berolahraga!

Saya ingat sekali dulu sekali. Waktu pernah membantu penanganan timnas basket. Ada pejabat tinggi datang, dan waktu itu dia ikut andil dalam penganggaran olahraga. Dia melihat tim latihan. Lalu bilang ke saya: \"Suruh saja mereka itu latihan terus tembakan tiga angka. Pasti menang.\"

Terus terang saya bingung menanggapinya. Kalau dari dulu gampangnya seperti itu, Indonesia sudah juara dunia kali ya?

Kembali soal partisipasi. Karena Indonesia ini sistem olahraganya belum efisien, masih ada cara untuk \"potong kompas.\"

Untuk mempercepat angka partisipasi, fokus harus ditujukan ke \"panggung\"-nya. Pangkas dan simplifikasi besarnya kepengurusan olahraga sekarang, lalu lakukan semacam desentralisasi. Berikan kepercayaan lebih kepada induk olahraga masing-masing, utamakan anggaran ke mereka.

Dengan catatan, key performance indicator (KPI)-nya diubah. Untuk sementara, jangan fokus dulu ke prestasi. Karena prestasi itu ongkos, dan ongkos tidak akan ada ujungnya. Masak ratusan miliar, atau lebih, hanya untuk satu medali per tahun?

Lalu KPI barunya apa? Setiap induk olahraga harus berlomba banyak-banyakan jumlah kompetisi dan pertandingan.

Setiap tahun, jangan bertanya: \"Berapa medali yang kamu hasilkan?\"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: