>

DISWAY: Chaguan Afghan

DISWAY: Chaguan Afghan

Secara fisik orang Pastun dan Tajiks masih mirip: sama-sama tinggi-besar. Orang Hazaras lebih kecil dan pendek. Seperti saya.

“Seperti saya juga,” ujar Hongming. “Saya sering dikira orang Hazaras,” tambahnya.

 

Tentu Agustinus lebih aman di sana, dibanding orang Hazaras yang Syiah. Agustinus memang bukan Islam tapi juga bukan Kristen, bukan Buddha, bukan Hindu, dan bukan pula Konghucu. “Saya orang bebas,” katanya.

Agustinus sulit percaya Taliban 2.0 akan sebaik yang diucapkan pemimpin mereka seusai menguasai ibu kota Kabul hari Minggu lalu. “Taliban berubah? Terhadap wanita? Belum ada bukti sama sekali,” katanya. “Hubungan antar suku di sana benar-benar sulit,” tambahnya.

Bagaimana dengan bentuk negara Emirat?

“Emirat itu mungkin hanya istilah. Bukan berarti gabungan emir-emir. Tidak ada emir-emir lokal di Afghanistan,” katanya.

“Bukankah ada pemimpin-pemimpin lokal yang sangat ditakuti di setiap gunung di sana?”

“Memang begitu. Tapi mereka bukan emir. Berbeda dengan di Emirat Arab,” katanya.

Bentuk negara Emirat itu, kata  Hongming, mungkin hanya karena kepala negaranya akan disebut Emir, Amiril Mukminin –pemimpin kaum beriman.

Memang di masa Taliban 1.0 bentuk negara Afghanistan sudah disebut Emirat. Tapi, waktu itu, jelas bukan sebagai koordinator para emir di daerah. Itu mirip disebut kerajaan karena ada raja. Maka disebut Emirat karena pemimpin negaranya disebut Emir (Amiril Mukminin).

Agustinus masih ke Afghanistan lagi setelah itu. Lama lagi tinggal di sana. Untuk kali yang ketiga. Sampai tahun 2009.

Setelah itu Afghanistan sudah tidak aman lagi. Agustinus pindah jelajah ke negara-negara lain. Termasuk ke Suriname.

 

Terakhir ini Agustinus ke Papua Nugini. Tulisannya lagi dimuat secara serial di Harian Kompas. Tercapailah cita-cita Agustinus menjadi wartawan. Ia akan terus menjelajah dunia. Ia lupakan ijazah komputernya dari salah satu universitas terbaik tingkat dunia. Ia lupakan bisnis ayahnya –diteruskan oleh sang adik satu-satunya.

Kini Agustinus benar-benar jadi penulis. Hidup dari menulis. Bahagia dari menulis.

Ia begitu asyik menulis. Berjilid-jilid buku sudah ia terbitkan. Sampai pun, di umurnya yang 40 tahun ini, ia tidak punya waktu untuk cari pasangan hidup.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: