DISWAY: Krisis Tertinggi
Awalnya saya benar-benar menyangka Jeffry itu Tionghoa –melihat wajah dan kegigihannya.
Jefry hanya tamat SMA di Manado –SMA Katolik Don Bosco. Lalu merantau ke Surabaya.
Ayahnya seorang tukang, terutama tukang cat. Ikut orang. Tidak mampu menyekolahkan Jeffry ke universitas.
Di Surabaya, Jeffry bekerja jadi penunggu toko buku di jalan KH Mas Mansyur. Hanya sebentar. Lalu jadi pegawai ekspedisi. Selama 4 tahun.
Dari situlah Jeffry mengetahui seluk beluk ekspedisi. Lalu ia bikin usaha ekspedisi sendiri kecil-kecilan. Khusus untuk jurusan Surabaya-Manado.
Usaha Jeffry berkembang. Ia bisa beli kapal kecil. Lalu beli lagi, beli lagi. Berkembang terus. Ia pernah punya 15 kapal.
Di Surabaya, Jeffry bertemu wanita Tionghoa asal Makassar. Itulah istrinya. Yang memberinya anak kembar –wanita semua (Lihat foto). Anak-anak itu kini terjun di perusahaan sang ayah. Memegang keuangannya.
“Semua kapal sudah saya jual. Saya konsentrasi di pabrik kelapa,” ujar Jeffry.
Karena itu Jeffry sangat khawatir akan krisis kontainer ini.
“Tolong Pak, bagaimana keadaan ini bisa mendapatkan jalan keluar,” ujarnya. Ia pun memberikan tabel kenaikan sewa kontainer yang begitu cepat.
“Kapan persoalan ini akan selesai?” tanya saya kepada Charles Menaro.
“Tidak ada yang tahu,” jawabnya.
Menurut Charles, sekarang ini, beberapa perusahaan pelayaran memang lagi memesan kapal. Tapi kan baru jadi akhir 2022. Berarti krisis ini bisa sampai 2024.
Semula, saya kira, krisis ini hanya akibat ketidakseimbangan antara ekspor dan impor. Terlalu banyak ekspor. Impornya sedikit. Akibatnya lebih banyak kontainer yang pergi daripada yang datang.
Problem seperti itu pernah terjadi di Tiongkok. Dua tahun lalu. Khusus jurusan Tiongkok–Amerika Serikat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: