DISWAY: Piket Nol
Ternyata istri tahu sendiri ke mana dan di mana pemandangan terbaik. Saya menyusul: ternyata ke jembatan lama yang sudah tidak dipergunakan lagi.
Tapi pencurian itu bukan urusan bupati. Jembatan itu milik provinsi. Hanya saja sayang kalau sampai runtuh. Jembatan lama itu bisa jadi panggung wisata. Bisa diberi pengaman yang memadai.
Dan lagi jembatan itu bisa untuk arena uji nyali. Sesekali jembatannya bergetar. Itu pertanda gunung Semeru lagi batuk-batuk kecil. Kalau sampai roboh memang berbahaya: sungai di bawahnya dalam sekali.
Dulu memang ada pos di pinggir jalan: itulah pos untuk piket di lokasi yang tertinggi di jalur Malang-Lumajang.
Di pos itu dulunya wisatawan istirahat. Kini sudah rusak. Warung-warung kecilnya juga sudah kumuh. Lingkungan Piket Nol harus diselamatkan. Mungkin sulit: siapa yang merasa memilikinya.
Saya sudah terlalu malam tiba di Lumajang. Sudah lapar. Pak Bupati Toriqul Haq minta saya makan di pendopo. Saya milih bertanya: di mana ada sate gule yang enak.
\"Sate Pak Toha,\" jawab pak Bupati. Saya pun ke sana. Ternyata ada menu yang lebih enak lagi: sop kikil kambingnya. Sikat semua: sate, gule, kikil. Apalagi mendung sudah berubah jadi hujan.
Maka saya gagal ikut acara DT di Senduro. Padahal di Senduro yang itu kami punya acara khusus: silaturahmi ke pohon durian tua di sana. Konon sudah berumur 300 tahun, tapi masih produktif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: