Penurunan Rasa Haus dengan Obat Kumur Mint Diruang Hemodialisa RSUD Raden Mattaher Jambi
Oleh : Indah Genia, Rasyidah AZ, Maulani
(Program studi ilmu keperawatan, STIKES Harapan Ibu, Jambi, Indonesia)
Abstrak
Latar Belakang : Pasien dengan penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisa mengalami masalah penumpukan cairan diantara dua waktu dialisis sehingga perlu dilakukan pembatasan cairan, yaitu hanya boleh mengkonsmusi air ± 600 cc/hari. Akibat pembatasan cairan maka menimbulkan rasa haus, jika rasa haus tersebut tidak diatasi akan menimbulkan peningkatan intake cairan yang mengakibatkan masalah kelebihan cairan sehingga menimbulkan berbagai komplikasi. Untuk mengurangi rasa haus ini bisa dilakukan dengan cara berkumur dengan obat kumur mint. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penurunan rasa haus dengan obat kumur mint.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian pre experiment dengan rancangan one group design pretest-posttest. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang menjalani hemodialisa di ruang hemodialisa RSUD Raden Mattaher Jambi sebanyak 124 orang. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 31 orang yang diambil dengan teknik purposive sampling. Analisa dalam penelitian ini secara univariat dan bivariat, dengan menggunakan uji wilcoxon, instrumen penelitian ini menggunakan Visual Analogue Scale (VAS).
Hasil : Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa terdapat 20 (64,5%) responden mengalami tingkat haus sedang sebelum dilakukan intervensi dan terdapat 16 (51,6%) responden mengalami tingkat haus ringan setelah dilakukan intervensi. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada pengaruh obat kumur rasa mint terhadap penurunan rasa haus di ruang hemodialisa rsud raden mattaher jambi tahun 2019 dengan nilai p-value 0,000.
Kesimpulan : Berdasarkan analisis tersebut maka dapat disimpulkan bahwa obat kumur mint dapat menurunkan rasa haus pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa. Diharapkan berkumur dengan obat kumur mint dapat digunakan untuk terapi menejeman rasa haus pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis, dan hal ini dapat diterapkan saat berada di rumah.
PENDAHULUAN
Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan masalah kesehatan masyarakat global dengan prevalensi dan insidens gagal ginjal yang meningkat, prognosis yang buruk dan biaya yang tinggi. Prevalensi PGK meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut dan kejadian penyakit diabetes melitus serta hipertensi. Sekitar 1 dari 10 populasi global mengalami PGK pada stadium tertentu (1).
Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan masalah kesehatan masyarakat global dengan prevalens dan insidens gagal ginjal yang meningkat, prognosis yang buruk dan biaya yang tinggi. Prevalensi PGK meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut dan kejadian penyakit diabetes melitus serta hipertensi. Menurut hasil Global Burden of Disease tahun 2010, PGK merupakan penyebab kematian peringkat ke-27 di dunia tahun 1990 dan meningkat menjadi urutan ke-18 pada tahun 2010. Sedangkan di Indonesia, perawatan penyakit ginjal merupakan ranking kedua pembiayaan terbesar dari BPJS kesehatan setelah penyakit jantung (1).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan pada bulan Maret 2018, diketahui prevalensi gagal ginjal kronik pada penduduk umur ? 15 tahun di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 2?n mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun 2018 menjadi 3,8%. Proporsi penderita gagal ginjal kronik yang pernah/sedang cuci darah di Indonesia pada tahun 2018 sebesar 19,3%. Provinsi dengan proporsi tertinggi yakni DKI Jakarta sebesar 38,7%, sedangkan Provinsi Jambi sebesar 17,2% (2).
Pada pasien gagal ginjal membutuhkan terapi pengganti ginjal yaitu hemodialisa dan transplantasi ginjal. Pasien gagal ginjal ini harus menjalani terapi hemodialisa sepanjang hidupnya, biasanya 3 kali seminggu selama paling sedikit 3 jam atau 4 jam per kali terapi. Hemodialisa merupakan suatu proses pengobatan yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanen yang disebut hemodialisa (3).
Pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisa, kelebihan asupan cairan akan menyebabkan bengkak pada bagian tubuh karena ketidakmampuan ginjal mengeluarkan cairan. Hilangnya fungsi ginjal biasanya menyebabkan retensi natrium dan air akibat hilangnya nefron. Pasien mengalami kehilangan fungsi tubulus, sehingga mengekskresi urine yang sangat encer yang dapat menyebabkan dehidrasi. Kondisi dehidrasi ini menyebabkan osmolalitas meningkat, sel akan mengkerut dan muncul sensasi rasa haus (4).
Permasalahan yang akan timbul akibat peningkatan rasa haus adalah peningkatan intake cairan dengan minum. Akibat peningkatan intake cairan tersebut akan timbul kelebihan cairan sehingga terjadi berbagai komplikasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan manajemen rasa haus. Manajemen rasa haus dapat dilakukan salah satunya dengan cara berkumur menggunakan obat kumur dengan rasa mint. Daun mint atau nama latinnya adalah mentha arvensis L mempunyai kandungan kimia antara lain: minyak atsiri 1- 2%, mentol 80-90%, menthon, d-piperition, heksanolfenil-asetat, etil amil karbinol, dan neomentol (5).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: