Primadona Lahan Basah Tropis: Ekosistem Mangrove

Primadona Lahan Basah Tropis: Ekosistem Mangrove

Oleh: Evan Vria Andesmora
Akademisi UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Pusat Kajian Konservasi dan Sumberdaya Hayati

Lahan basah merupakan daerah yang dipengaruhi keadaan air disekitarnya. Berdasarkan Konvensi Ramsar 1991, lahan basah adalah daerah-daerah rawa, payau, lahan gambut, dan perairan; tetap atau sementara; dengan air yang tergenang atau mengalir; tawar, payau, atau asin; termasuk wilayah perairan laut yang kedalamannya tidak lebih dari enam meter pada waktu surut.Lahan basah memiliki peran penting bagi keberlangsungan makhluk hidup, diantaranya adalah menyerap polutan, menjernihakan air sertapenggerak ekonomi masyarakat.
Lebih dalam lagi sebagai salah satu ekosistem lahan basah, ekosistem mangrove memiliki peran yang sangat vital bagi biota-biota laut karena memiliki fungsi sebagai penyedia perlindungan dan makanan berupa bahan-bahan organik yang masuk kedalam rantai makanan. Adapun tumbuhan khas di ekosistem mangrove adalah jenis-jenis dari Avicennia, Bruguiera, Ceriops, Rhizophora, dan Sonneratia.


Pemanfaatan tumbuhan-tumbuhan khas mangrove dapat dijadikan penggerak ekonomi masyarakat sekitar diantaranya adalah pembuatan sirup, permen, dodol, selai dari buah Sonneratia caseolaris, tepung dari buah Bruguiera gymnorrhiza. Selain itu, masyarakat bersama stakeholder dapat memanfaatkan ekosistem mangrove untuk dijadikan ekowisata seperti yang telah dilakukan oleh banyak daerah di Indonesia seperti Surabaya, Muara Angke, Bali dan daerah lainnya.
Indonesia saat ini tercatat memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan garis pantai mencapai 95.181 km sehingga menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan hutan mangrove terbesar di dunia yaitu 3.48 juta ha. Namun, dengan luasan yang begitu besar ekosistem mangrove mengalami berbagai kerusakan yang diakibatkan oleh kegiatan-kegiatan manusia diantaranya adalah konversi hutan, penebangan tak terkendali serta polusi air dan sampah.
Peningkatan jumlah penduduk secara umum akan berdampak pada permintaan kebutuhan lahan. Hal tersebut akan dialihkan untuk perumahan serta aktivitas perekonomian seperti tambak, yang dalam hal ini telah memberikan tekanan pada keberadaan vegetasi mangrove di Indonesia.


Rusaknya Hutan Mangrove dapat menyebabkan: Intrusi air laut dimana masuknya air laut ke arah daratan yang mengakibatkan air tawar menurun mutunya, bahkan dapat menjadi asin. selanjutnya adalah tidak ada lagi tempat bagi fauna untuk berlindung sehingga penurunan keanekaragaman hayati akan terjadi.Kemudian, akan terjadi peningkatan abrasi pantai, salah satu penyebab hal ini adalah berkurang atau rusaknya akar–akar dari pohon-pohon mangrove yang berfungsi sebagai penahan hantaman ombak.Selanjutnya, turunnya sumber makanan akibat rusaknya Hutan Mangrove sebagai tempat pemijah dan bertelur biota laut yang berakibat pada produksi tangkapan ikan akan menurun, yang disebabkanpenurunan jumlah plankton yang menjadi sumber makanan bagi biota-biota di dalam hutan mangrove. Terakhir adalahmeningkatanyapencemaran di pantai, akibat hutan mangrove tidak dapatmenyerap karbondan peningkatan pencemaran pantai akan terjadi.


Jika berbicara tentang konservasi berarti berbicara tentang pelestarian serta upaya dalam pengelolaan sumber daya alam secara bijaksana. Maka dalam konservasi ada beberapa aspek yang harus diperhatikan diantaranya adalah aspek pemberdayaan masyarakat, aspek ekologi dan aspek ekonomi. Konservasi akan bersinergi dengan baik ketika ketiga aspek ini dipenuhi. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: