Analisis Kadar Pengawet Natrium Benzoat Pada Manisan Buah Salak Di Kota Jambi Dengan Metode KCKT

Analisis Kadar Pengawet Natrium Benzoat Pada Manisan Buah Salak Di Kota Jambi Dengan Metode KCKT


Oleh : Shella Prodi Farmasi STIKES Harapan Ibu Jambi

JAMBI - Pangan merupakan kebutuhan pokok yang sangat penting bagi kehidupan manusia, oleh karena itu Indonesia selalu menyediakan pasokan pangan yang cukup, aman dan bergizi. Teknologi pangan di Indonesia sekarang berkembang cukup pesat, diiringi dengan penggunaan bahan tambahan pangan yang juga makin meningkat. Menurut Peraturan Kepala BPOM RI No.11 Tahun 2019 bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Salah satu contoh bahan tambahan pada produk makanan adalah pengawet. Pengawet berfungsi untuk membuat produk makanan lebih bermutu dan tahan lama. Pengawet biasanya ditambahkan kedalam makanan yang mudah rusak, atau makanan yang disukai bakteri atau jamur sebagai media tumbuh, misalnya kecap, produk daging, buah-buahan, saos dan lain-lain.

Buah merupakan bahan pangan yang memberikan manfaat bagi tubuh. Buah memiliki kandungan vitamin, mineral dan serat yang penting bagi kesehatan tubuh. Vitamin dan mineral berfungsi sebagai antioksidan, sedangkan serat untuk membantu memperlambat penyerapan gula sehingga kadar gula dalam tubuh tidak berlebihan. Salak merupakan salah satu tanaman asli Indonesia yang memiliki rasa manis dan segar. Salak memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu protein, karbohidrat, kalsium, fosfor dan zat besi. Di Indonesia buah salak seringkali diolah menjadi manisan. Manisan adalah produk olahan dengan penambahan gula. Terdapat dua jenis manisan yaitu manisan buah basah dan buah kering. Akan tetapi pada zaman yang serba modern ini, dalam proses pembuatan manisan salak sering ditambahkan natrium benzoat sebagai pengawet.

Natrium benzoat merupakan bentuk garam dari asam benzoat dan bekerja dengan baik di media asam untuk menghambat ragi, jamur dan pertumbuhan bakteri. Natrium benzoat berupa butiran atau serbuk hablur, putih tidak berbau atau hampir tidak berbau dan stabil di udara. Mudah larut dalam air dan dalam etanol 90%. Kelarutan dalam air pada suhu 25OC sebesar 660g/l dengan bentuk aktif pengawet 84.7?ngan pH 2,5-4,0 (Nurman & Muhardina, 2018).Pengawet sering digunakan agar produk dapat disimpan lebih lama. Meskipun pengawet ini diperbolehkan dalam makanan, bahan ini dapat berbahaya jika penggunaannya melebihi dari batas yang diizinkan, yang dapat menyebabkan efek alergi seperti urtikaria, asma, serta senyawa ini terindikasi menyebabkan kerusakan pada DNA. Batas maksimal natrium benzoat dalam Peraturan Kepala BPOM RI No. 11 Tahun 2019 yaitu 600 mg/kg.

Manisan buah salak banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena memiliki rasa yang segar. Produk manisan buah salak di Kota Jambi tidak mencantumkan kandungan terkhusus bahan pengawet pada kemasannya secara jelas, sehingga belum diketahui secara pasti kadar senyawa natrium benzoat yang digunakan sesuai batas yang diizinkan dalam Peraturan Kepala BPOM RI No. 11 Tahun 2019.
Penelitian ini menggunakan manisan buah salak sebagai sampel. Jumlah sampel yang digunakan yaitu 4 sampel dengan merek berbeda, yang diperoleh dari swalayan di Kota Jambi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar natrium benzoat yang terdapat pada sampel. Menurut Peraturan Kepala BPOM RI No. 11 tahun 2019 batas maksimal penggunaan natrium benzoat yaitu 600 mg/kg. Natrium benzoat merupakan pengawet yang sering digunakan agar produk dapat disimpan lebih lama. Sampel dianalisis menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi, karena metode ini memiliki beberapa keunggulan yaitu ketelitian analisis yang tinggi serta dapat memisahkan senyawa-senyawa yang tidak tahan terhadap pemanasan.

Penetapan kadar natrium benzoat dalam manisan buah salak dengan menggunakan metode KCKT fase terbalik, dimana fase diam kurang polar dari fase gerak. Pada metode ini senyawa-senyawa polar akan terelusi lebih dahulu. Fase diam yang digunakan yaitu oktadesilsilana (ODS atau C18) yang bersifat non polar, karena fase ini mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah hingga tinggi. Sedangkan fase gerak yang digunakan yaitu asetonitril : aquabidest yang bersifat polar, karena natrium benzoat bersifat polar. Untuk menentukan fase gerak dilakukan optimasi terlebih dahulu untuk mengetahui instrumen, kolom dan reagen yang digunakan tepat.
Perbandingan komposisi fase gerak yang digunakan yaitu asetonitril : aquabidest 20:80; 30:70; dan 3:97. Berdasarkan hasil kromatogram optimasi fase gerak, fase gerak yang terbaik adalah 20:80 dengan waktu retensi 6,162, karena menghasilkan bentuk puncak yang simetris dan antara puncak satu dengan yang lain tidak berdekatan. Waktu retensi adalah selang waktu yang dibutuhkan oleh analit mulai dari injeksi hingga keluar dari kolom dan dideteksi oleh detektor. Perbandingan optimasi fase gerak 30:70 dan 3:97 tidak dipilih karena kromatogramnya terpisah tidak sempurna. Berdasarakan data hasil optimasi fase gerak semakin banyak asetonitril yang digunakan, maka semakin lama waktu retensinya. Hal ini dikarenakan asetonitril kurang polar dibandingkan aquabidest.

Kurva kalibrasi menunjukan hubungan antara kadar analit dengan luas area puncak. Kurva kalibrasi didapatkan dari hasil pengukuran larutan standar natrium benzoat dengan rentang konsentrasi 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm dan 10 ppm dengan 3 kali pengulangan sehingga diperoleh waktu retensi dan luas area. Pelarut yang digunakan yaitu metanol yang bersifat polar karena natrium benzoat bersifat polar. Hasil dari kurva kalibrasi didapatkan persamaan regresi y = 1.000.000 x-1452 dengan nilai R2 = 0,9991 . Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan adanya hubungan linear antara konsentrasi dengan luas area, yang ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi (R2) mendekati 1,0000.

Kurva Kalibrasi

Penetapan kadar sampel dilakukan dengan cara sampel diinjeksikan ke dalam alat KCKT sehingga diperoleh waktu rentensi dan luas area. Untuk mengetahui adanya zat natrium benzoat dalam sampel dapat diketahui dari puncak waktu retensi sampel sama dengan puncak waktu retensi larutan standar natrium benzoat. Pada kromatogram sampel terdiri dari banyak puncak yang menandakan bahwa dalam sampel tersebut mengandung senyawa lain selain natrium benzoat. Untuk mengetahui senyawa yang terkandung pada sampel dapat dilakukan analisis lanjutan menggunakan kromatografi cair-spektrometri massa. Kadar natrium benzoat masing-masing sampel diperoleh dari persamaan regresi dengan cara memasukkan luas area sebagai variabel y dan nilai variabel x sebagai konsentrasi natrium benzoat dalam sampel. Kadar natrium benzoat yang diperoleh yaitu sampel A = 195,214769 mg/kg, sampel B = 170,924202 mg/kg, sampel C = 153,553582 mg/kg, dan sampel D = 117,00994 mg/kg.
Hasil penelitian berdasarkan kromatogram

Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM RI No. 11 tahun 2019 batas maksimal penggunaan natrium benzoat yaitu 600 mg/kg. Kadar natrium benzoat dalam sampel manisan buah salak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Walaupun memenuhi persyaratan, penggunaan natrium benzoat jangka panjang dapat menimbulkan efek samping. Salah satunya merusak sel darah, jika tekanan darah menurun maka filtrasi akan menurun, sehingga proses pengeluaran urin menurun, jika dibiarkan racun yang tidak dapat dikeluarkan melalui urun akan bertumpul diginjal dan menyebabkan gangguan ginjal serta dapat mengakibatkan kanker karena natrium benzoat berperan sebagai agen karsiogenik (Hilda, 2015).(*)

Daftar Pustaka :
Hilda, N. (2015). Pengaruh Pengawet Benzoat Terhadap Kerusakan Ginjal. Keluarga Sehat Sejahtera, 13, 14–21.
Nurman, S., & Muhardina, V. (2018). Pengaruh Konsentrasi Natrium Benzoat Dan Lama Penyimpanan Terhadap Mutu Minuman Sari Nanas ( Ananas Comosus L .). Penelitian Pascapanen Pertanian, 15(3), 140–146.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: