Hersalia : Ikut Senang Pemerintah Kasih BLT Minyak Goreng Rp.300.000 untuk Masyarakat
JAMBI - Gadis asal Tanjung Jabung Timur bernama lengkap Hersalia Distia ini termasuk anak muda yang terus memperhatikan kondisi sosial di sekitarnya. Salah satu yang teranyar adalah masalah minyak goreng. Siswi SMAN 3 Tanjung Jabung Timur ini mengaku sangat sedih melihat fenomena minyak goreng tanah air, dari yang awalnya langka, kemudian mudah ditemukan tapi harganya selangit.
Eca, begitu ia biasa disapa, sekarang mengaku cukup senang karena pemerintah telah mengeluarkan kebijakan bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng senilai Rp.300.000 untuk masyarakat. Baginya ini setidaknya bisa mengurangi beban mereka yang kurang mampu yang masuk dalam daftar yang memperoleh bantuan PKH dan Bantuan pangan non tunai. “Dari berita yang saya baca katanya bantuan senilai Rp.100.000 per bulan dan diberi untuk April Mei Juni sekaligus, kan lumayan mengurangi beban masyarakat,” lanjutnya. Ia pun berharap pengumuman BLT minyak goreng ini di lapangan bisa terealisasi dengan baik hingga sampai ke mereka yang berhak.
Eca sebenarnya sedih, Indonesia sebagai salah satu penghasil sawit terbesar di dunia, kok malah mengalami kondisi seperti sekarang. Tak hanya masyarakat di perkotaan, di daerah seperti Tanjung Jabung timur pun juga mengalami kondisi serupa terkait minyak goreng. Ia menyaksikan langsung betapa panik para ibu rumah tangga memperoleh minyak goreng, semakin sedih melihat para pelaku usaha makanan yang ikut terimbas.
“Sebenarnya ada alternatif lain minyak goreng, yaitu kembali ke zaman nenek moyang kita dulu, menggunakan minyak kelapa,” ujar Eca. Dari beberapa literatur yang ia baca, minyak kelapa memang jauh lebih sehat dibanding minyak sawit. Dulu sebelum populer buah sawit, nenek moyang kita bahkan memiliki keahlian memproduksi sendiri minyak kelapa, skala rumah tangga. “Hanya saja, lagi-lagi, minyak kelapa ternyata jauh lebih mahal dibanding minyak sawit,” lanjutnya. Lagipula zaman sekarang sedikit sekali orang mau memproduksi minyak kelapa karena memang rulit dan butuh waktu yang cukup panjang, memasak santan hingga menjadi minyak. “Kata nenek, dulu kalo sudah masak pake minyak kelapa itu termasuk golongan orang yang cukup mampu, karena proses pembuatan minyak kepala yang rumit karena dikerjakan konvensional dan butuh biaya tidak sedikit karena harus membeli kelapa dalam jumlah banyak,” lanjutnya lagi.
Penyuka travelling dan bernyanyi ini mengatakan, mungkin banyak yang kesal dengan kondisi minyak goreng yang mahal sekarang, namun di sisi lain, harga sawit dunia yang tinggi perlu jadi pertimbangan untuk maklum. “Mungkin kita kecewa karena pemerintah tidak bisa menekan harga minyak, namun bantuan yang kini diumumkan semoga saja tepat sasaran dan bermanfaat,” lanjutnya. Ibu rumah tangga juga diakui Eca tak perlu dihimbau untuk mengurangi minyak goreng karena ia yakin, tanpa dihimbau pun ibu-ibu sudah punya strategi sendiri mengurangi konsumsi minyak. “Namun kalo dilarang pake minyak goreng itu tentu hal mustahil, karena banyak menu kita semua membutuhkan minyak,”lanjut gadis yang punya banyak prestasi bidang tarik suara, olahraga dan drum band ini. (dpc)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: