Oleh : H. Ibnu Ziady MZ
JAMBIEKSPRES.CO.ID - “Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”, demikian kalimat dari Bung Karno yang sudah sangat akrab di telinga kita.
Kalimat yang begitu memotivasi tidak hanya kepada para pemuda Indonesia, tapi seluruh elemen rakyat Indonesia. Tidak hanya pada zamannya, tapi sampai saat ini kalimat ini masih menggema. Bung Karno adalah tokoh proklamator yang sangat inspiratif bagi sebagian besar pemuda di Indonesia.
Ingat kepemudaan berarti spirit. Ia adalah personalisasi dari sosok bersemangat baja; si pantang menyerah, si pekerja keras, si cerdas, dan memiliki penguasaan terhadap sejumlah keterampilan yang diperlukan. Bila pemuda bangsa tahun 1928 menjawab tantangan penjajahan dengan persatuan, maka pemuda Indonesia masa kini bisa menjawab tantangan krisis multidimensi dengan tampil sebagai pionir-pionir penuh prestasi di bidang keahlian dan bidang kecakapannya masing-masing.
Para pemuda Indonesia yang memilih dunia olahraga sebagai atlet jadilah atlet yang mendalami dunia keatletannya sehingga berprestasi di pentas dunia. Begitu pula, para pemuda yang berkiprah di bidang kesenian dan kebudayaan, apakah itu sebagai penari, penyanyi, pelukis, penulis, dan sebagainya, jadilah seniman dan budayawan yang mendalami secara utuh bidangnya masing-masing sehingga diakui dunia. Juga, para pemuda yang berprofesi sebagai peneliti, ilmuwan, politisi, teknokrat, birokrat dan sebagainya, hendaknya menekuni profesinya secara utuh, tulus, dan ikhlas demi kemajuan bangsa dan negara. Seperti kata Bung Karno, Karmane Vadni Adikaraste Maphalessu Kada Chana (laksanakan kewajibanmu dengan ikhlas dan rela tanpa bertimbang, sebab jika bukan engkau yang memetik buahnya maka anakmu yang akan memetik, jika bukan anakmu pastilah cucumu yang akan memetiknya).
Inilah definisi partriotisme pemuda Indonesia masa kini, yang tidak kalah agung dari patriotisme pemuda Indonesia 1928 ketika mencetuskan Sumpah Pemuda. Melalui definisi tersebut Indonesia akan selangkah lebih dekat mewujudkan impian menjadi bangsa yang besar di pentas dunia dengan berpijak pada kearifan nasional dan keahlian putra putri bangsa sendiri.
Dari sejarah Sumpah Pemuda tadi kita bisa menangkap pesan kuat tentang betapa para pemuda Indonesia di era itu dengan gegap gempita memenuhi panggilan jaman-nya untuk melawan penjajahan dengan sebuah komitmen tentang persatuan. Komitmen yang diniscayakan dalam sebuah “sumpah agung”, yang kini kita kenal sebagai Sumpah Pemuda.
Kiprah dan peran para pemuda Indonesia pada tahun 1928 itu telah mengubah secara drastis pola perjuangan pergerakan nasional dari yang bersifat kedaerahan menjadi nasional.
Kini, 96 tahun kemudian, pertanyaan yang relevan untuk kita jawab adalah: apakah peran pemuda, yang menurut data BPS berjumlah sekitar 64,16 juta orang atau 23,18% dari total penduduk Indonesia pada tahun 2023, sebagai penggerak perubahan bagi bangsanya? Perubahan seperti apa yang dibutuhkan Indonesia masa kini?
Jika dulu tantangan nyata pemuda Indonesia adalah bagaimana melawan penjajahan fisik, maka sekarang pemuda Indonesia menghadapi tantangan yang tidak kalah besar: krisis multidimensi, yang menempatkan Indonesia “terjajah” oleh bangsa-bangsa lain dalam bentuk penjajahan bentuk baru. Penjajahan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya.
Betapa tidak, Indonesia yang dahulu pernah begitu berwibawa dan mandiri, kini menjelma menjadi negeri yang bergelimang produk impor. Bukan hanya impor barang tapi juga impor pemikiran dan impor kebudayaan.
Pada akhirnya, arus impor berkecepatan tinggi di segala lini tersebut memadamkan spirit dan kemampuan kita sebagai bangsa untuk mampu memproduksi barang, ide, dan kebudayaan karena terlena oleh produk-produk impor tadi.
Menggugah komitmen pemuda
Saya percaya bahwa keberhasilan sebuah bangsa sangat ditentukan oleh keberhasilan para pemuda-pemudinya dalam berkiprah di bidang keahliannya masing-masing.
Negeri ini sesungguhnya dilimpahi tunas-tunas bangsa yang punya potensi besar untuk membawa kejayaan bangsa di pentas internasional.