JAMBIEKSPRES.CO.ID- Tupperware Brands (TUP.N), salah satu perusahaan multinasional asal Amerika Serikat yang terkenal dengan produk rumah tangga seperti peralatan dapur dan wadah penyimpanan, saat ini berada di ujung kebangkrutan.
Pada Selasa malam (17/9), Tupperware secara resmi mengajukan perlindungan kebangkrutan Bab 11 di pengadilan, setelah mengalami kerugian finansial yang semakin besar akibat permintaan pasar yang terus menurun selama beberapa tahun terakhir.
Perusahaan yang dulu sempat mencapai puncak popularitasnya pada era 1950-an melalui konsep "pesta Tupperware" di kalangan perempuan pascaperang, kini harus menghadapi kenyataan pahit.
Persaingan ketat dari produsen lain yang menawarkan produk serupa dengan harga lebih murah dan bahan yang lebih ramah lingkungan menjadi salah satu faktor utama di balik penurunan kinerja Tupperware.
Dalam pernyataan resminya, Tupperware mengakui bahwa keputusan untuk mengajukan perlindungan kebangkrutan didorong oleh ketidakmampuan mereka untuk menjaga kelangsungan bisnis.
Beberapa upaya telah dilakukan untuk memperbaiki kondisi finansial perusahaan, namun krisis likuiditas yang dihadapi membuat Tupperware meragukan masa depannya di pasar.
Dokumen permohonan kebangkrutan yang diajukan Tupperware menunjukkan bahwa perusahaan ini memiliki aset senilai antara US$500 juta hingga US$1 miliar.
Sementara itu, kewajiban atau utang yang harus dilunasi mencapai US$1 miliar hingga US$10 miliar. Data tersebut juga mencantumkan jumlah kreditur Tupperware yang berada di antara 50.001 hingga 100 ribu pihak, mencerminkan besarnya beban keuangan yang harus ditanggung perusahaan.
Meski pada tahun 2023 Tupperware sempat mencapai kesepakatan dengan beberapa pemberi pinjaman untuk merestrukturisasi utangnya, langkah tersebut ternyata belum cukup untuk menyelamatkan mereka dari kebangkrutan. Perusahaan bahkan sudah bekerja sama dengan bank investasi Moelis & Co untuk mencari alternatif strategis guna menyelamatkan bisnis mereka, namun hasilnya tetap belum memadai.
Laurie Goldman, CEO Tupperware, menyatakan dalam pernyataannya bahwa kondisi keuangan perusahaan sangat terdampak oleh tantangan dari lingkungan makroekonomi global dalam beberapa tahun terakhir.
Tekanan dari pasar yang semakin kompetitif serta perubahan pola konsumsi di kalangan masyarakat modern turut memperparah situasi.
Tupperware mengungkapkan bahwa mereka berencana untuk mendapatkan persetujuan dari pengadilan guna tetap melanjutkan penjualan produknya selama proses kebangkrutan berlangsung. Selain itu, perusahaan juga sedang mempersiapkan langkah-langkah untuk menjual bisnis tersebut sebagai bagian dari upaya penyelamatan yang lebih luas.
Dengan situasi yang semakin rumit, masa depan Tupperware tampak suram. Meski begitu, perusahaan ini masih berharap dapat menemukan solusi yang memungkinkan mereka untuk bertahan di tengah krisis yang melanda. (*)