Kolonel Abunjani dari Sarolangun Keturunan Sungai Penuh, Menguasai 4 Bahasa, Ini Kiprahnya

Kamis 14-12-2023,19:15 WIB
Editor : Dona Piscesika

JAMBI, JAMBIEKSPRES.CO.ID - Pahlawan Kemerdekaan RI, Kol Abunjani merupakan anak seorang demang yang berkedudukan di Desa Rantau Panjang Kecamatan Batang Asai Kabupaten Sarolangun yang bernama Demang Makalam.

Demang Makalam berasal dari Pondok Tinggi, Kerinci (sekarang Kota Sungai Penuh), sedangkan ibunya bernama Siti Umbuk berasal dari Desa Keladi.

Abunjani yang lahir 105 tahun lalu, tepatnya pada 24 Oktober 1918 merupakan anak keempat dari 5 bersaudara dengan urutan sebagai berikut: Siti Rodiah, M. Kamil, Siti Raimin, dan adiknya M. Sayuti.

Kedudukan orang tuanya sebagai demang memberi kesempatan untuk menyekolahkan anaknya di lembaga pendidikan formal.

Pada usia 8 tahun Abunjani bersama kakaknya, M. Kamil, dikirim ke Jambi untuk bersekolah di bawah asuhan Ali Sudin (keponakan Makalam) yang saat itu (1926) telah bekerja sebagai jurutulis (klerk) di kantor Kontrolir Jambi.

Dengan beberapa pertimbangan, Makalam menitipkan kedua anaknya pada temannya yang berkebangsaan Belanda yang bekerja di BPM (Bataafsche Petroleum Maatschappij).

Oleh karena itu tidak mengherankan apabila M. Kamil dan Abunjani mahir berbahasa Belanda.

Sekolah ke Singapura Kuasai 4 Bahasa

Secara berturut-turut, tahun 1931 Abunjani berhasil menamatkan pendidikan di Hollandsc-Inlandsche School (HIS) selama 7 tahun dan tahun 1934 menamatkan pendidikan di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) Bandung.

Pada 1940 Abunjani mengikuti pendidikan di Middelbare Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaar (MOSCVIA) di Bandung, tetapi tidak tamat karena berlangsungnya pendudukan Jepang.

Pada masa pendudukan Jepang ini Abunjani menamatkan pendidikan di Shonan Kao Kun Renjo (Sionanto) di Singapura selama 1 tahun.

Abunjani kemudian diangkat sebagai asisten Ki Imuratyo. Pendidikan militer ini kemudian diteruskan ke akademi militer Giyugun di Pagaralam, Lahat dengan pangkat tamatan Letnan Dua (Shoi).

Alumni pendidikan Angkatan Darat (Kanbu Kyoyiku tai) Jepang ini merupakan cikal bakal tentara nasional di masing-masing daerahnya.

Abunjani sebagai Sudantyo Giyugun dari tahun 1942-1945 yang mempunyai kemampuan 4 bahasa yaitu Belanda, Inggris, Jepang dan Indonesia. Ini sangat berguna dalam kiprahnya di dunia bisnis selepas menanggalkan karir militernya.

Peran Abunjani di Masa Awal Kemerdekaan.

Menyusul menyerahnya Jepang pada sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945, masyarakat Indonesia mulai bergerak untuk memerdekakan diri.

Berbagai gerakan di pusat pemerintahan Jakarta membawa situasi yang berkembang cepat untuk mewujudkan kemerdekaan tersebut.

Berita kekalahan Jepang oleh sekutu cepat beredar dalam 2 garis. Garis pertama adalah reaksi cepat memanfaatkan peralihan kekuasaan Jepang ke tangan elit-elit politik Indonesia dengan tokoh-tokoh militer Indonesia yang mendapat kesempatan dari pejabat Pemerintahan Jepang di Jakarta.

Garis kedua, jalur Pemerintah Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia dengan alasan kalahnya Jepang maka Indonesia kembali dalam status jajahan Belanda.

Bagi Belanda, Proklamasi yang dikumandangkan pada 17 Agustus 1945 adalah hadiah Jepang karena usaha-usaha yang dilakukan oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) merupakan rangkaian proes yang dipersiapkan bersama Jepang.

Selain itu, kemerdekaan Indonesia itu berarti hilangnya penguasaan atas negara jajahan sejak abad XVII.

Berita Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 tersebar di pelosok Indonesia melalui berita-berita radio yang dikirim oleh orang-orang Indonesia yang bekerja di kantor radio dan telegrap Jepang.

Dr. A. K. Gani di Palembang mengabarkan via telepon kepada R. Soedarsono di pertambangan minyak Bajubang Jambi pada 18 Agustus 1945.

Abdullah Karta Wirana, seorang tokoh pergerakan Jambi yang bekerja sebagai pejabat penting di Jawatan Penerangan Jepang (Hodokan) pada 20 Agustus 1945 menggalang tokoh politik dan pemuda Jambi untuk bersatu dalam sikap memerdekakan Jambi.

Bendera Merah Putih dikibarkan di puncak menara air oleh para pemuda Jambi, antara lain R. Hoesen, Akipo, dan Amin Aini.

Gerakan Kemerdekaan di Jambi

Sementara itu, Kantor Pengadilan Jepang (dekat RS. Thersia sekarang) beberapa pejuang, seperti Zuraida, Nuraini, Sri Rexeki, Nurlela, dan Nursiah menurunkan bendera Jepang (Hinomaru) dan menggantinya dengan menaikan bendera Merah Putih.

Praktis pada 22 Agustus 1945 bendera Merah Putih berkibar di Jambi dan beberapa kota lainnya di Keresidenan Jambi.

Pada tanggal tersebut merupakan awal gerakan kemerdekaan Indonesia di Jambi, yaitu terbentuknya Angkatan Pemuda Indonesia (API) yang diketuai oleh Abunjani.

API ini bertugas menjaga ketertiban, keamanan, membela, dan mempertahankan kemerdekaan.

Menindaklanjuti pembentukan Komite Nasional Indonesia (KNI), Badan Keamanan Rakyat (BKR), dan Badan Penolong Keluarga Perang (BPKKP) yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum di Jakarta, pada 25 Agustus 1945 terbentuklah KNI Jambi yang dilantik pada Oktober 1945.

Selain mengetuai BKR, Abunjani juga ditunjuk mengetuai kelompok pemuda dari KNI. Pada 5 Oktober 1945 BKR diganti namanya menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dengan komandannya Abunjani yang berpangkat Kolonel.

Pada 24 Juni 1946 TKR pun dirubah menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI) dan Jambi kesatuannya menjadi Resimen II Devisi II Jambi sebagai bagian dari Sumatera Selatan.

Sebelumnya, pada 17 Juni 1946 diadakan penyempurnaan susunan Dewan Pertahanan Daerah Keresidenan Jambi yang diketuai Inu Kertapati dan Kolonel Abunjani sebagai wakil ketua.

Residen II Divisi II pada 3 Juni 1947 dirubah lagi menjadi Resimen 43 Jambi dan terakhir menjadi Brigade Garuda Putih. Pada 10 September 1947 menyusul Agresi Belanda, Keresidenan Jambi dibentuk Komando Daerah Militer Jambi dengan komandannya Kolonel Abunjani dan wakilnya Letnan Kolonel Tituler R. Soedarsono.

Komando Daerah Militer Jambi kemudian pada 1 Juni 1948 menjadi TNI Sub Teritorium Djambi (STD) sebagai bagian TNI Sub Komando Sumatera Selatan (Sub KOSS) dengan komandannya Kolonel Abunjani.

Dalam kedudukannya sebagai Komandan STD Jambi merangkap pimpinan Komando Daerah Militer Brigade Garuda Putih dipegang sejak Juni 1948 hingga Januari 1949.

Jadi Pengusaha di Jambi dan Jakarta

Adanya kebijakan rasionalisasi di kalangan TNI, pangkat Kolonel Abunjani diturunkan menjadi Letnan Kolonel.

Walaupun demikian, Letnan Kolonel Abunjani tetap di militer dengan jabatan rangkap sebagai Wakil Gubernur Militer Sumatera Selatan khusus daerah Jambi, juga sebagai Komandan STD sampai pertengahan Januari 1950.

Terhitung Februari 1950 Letnan Kolonel Abunjani mengundurkan diri dari TNI beralih profesi menjadi seorang pengusaha di Jambi dan Jakarta.

Salah satu peran Abunjani dalam menunjang perjuangan di masanya adalah membentuk Badan Keuangan Perjuangan yang memobilisasi pedagang karet ke Singapura dengan menyisihkan 10% keuntungan untuk perjuangan.

Usaha tersebut selain dapat membantu perjuangan Pemerintah Pusat, sewa-beli Pesawat Catalina (RI 05) sebagai pesawat penghubung ke Sumatera Barat maupun Yogyakarta dalam jaringan pemerintahan, juga memasok perlengkapan dan perbekalan pasukan dengan sistem barter komoditi lada, vanili, karet, dan lain-lain.

Peran yang perlu dicatat kepemimpinan Letnan Kolonel Abunjadi adalah memindahkan pusat pemerintahan dan pertahanan militer saat serangan Belanda pada 29 Desember 1948.

Bersama dengan Rd. Inu Kertapati dan M. Kamil mengungsi ke pedalaman, tetapi terhenti di Sengeti. Rd. Inu Kertapati kembali ke Jambi untuk menenangkan keluarga dan masyarakat kota Jambi oleh bombardir pesawat dan serangan tentara Belanda melalui Kenali Asam dan Palmerah.

Pada 1 Januari 1949 terbitlah surat kuasa Residen Jambi Rd. Inu Kertapati kepada M. Kamil, Bupati Jambi Hilir untuk meneruskan Pemerintahan Darurat Keresidenan Jambi.

Dalam rapat antara unsur pemerintah dan militer di Tebo menghasilkan keputusan bahwa H. Baksan yang saat itu menjabat sebagai Bupati Jambi Ulu sebagai Residen Pemerintah Darurat Keresidenan Jambi dan Pusat Komando Militer dipindahkan ke Bangko.

Walaupun mengalami berbagai gempuran, perjuangan dan pemerintahan darurat berjalan sebagaimana mestinya. (***)

Artikel ini ditulis Alm. Drs. Junaidi T. Noor, M.M.

Pernah dipaparkan alm dalam Dialog Sejarah

di Museum Perjuangan Rakyat Jambi pada 12 Juli 2012.

 

Kategori :