Legenda Asal Usul Danau Sipin, Kedatangan Cik Upik dari Ranah Minang dan Seekor Naga

Senin 25-09-2023,22:12 WIB
Editor : Dona Piscesika

JAMBI, JAMBIEKSPRES.CO.ID - Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang gadis dara bernama Cik Upik di ranah Minang.

Cik Upik hidup bersama neneknya yang sudah tua, di sebuah rumah kayu yang sudah reyot.

Cik Upik merupakan gadis yang cantik, rambutnya lurus dan panjang sedangkan kulitnya sangat putih.

Saking putihnya, jika Cik Upik saat makan daun sirih, akan terlihat merah di lehernya ketika menelan air sirih.
 
Kecantikan Cik Upik pun terhosor di desa tempat mereka tinggal. Namun sayang, kehidupan Cik Upik tidak begitu beruntung.

Ia dan neneknya hidup dalam kekurangan, terkadang untuk makan pun susah. Namun demikian Cik Upik tidak bersedih, ia tetap menjalani hari-harinya dengan ceria.
 
Cik Upik juga tak segan membantu neneknya mencari kayu bakar di hutan untuk dijual. Terkadang ia juga menjajakan sayuran keliling desa untuk dijual.

Suatu hari, Cik Upik dan neneknya kedatangan seorang tamu tak dikenal di rumah mereka. Tamu itu adalah seorang kakek-kakek yang lusuh.

Kakek itu terlihat sangat lelah, hal ini membuat Cik Upik dan neneknya bergegas meminta kakek itu masuk ke rumah dan langsung diberikan minum dan beberapa makanan yang ada di rumah.

Mereka memang sangat menghormati orang lain, sangat pemurah, suka bagi-bagi makanan padahal kehidupan mereka sendiri sebenarnya juga sulit.
 
Merasa dilayani dengan sangat baik,  kakek itu langsung baikan. Saat itulah sang kakek bercerita tentang dari mana ia berasal.

“Aku ini sebenarnya sedang mencari kayu di hutan, kemudian  tersesat dan tak tahu lagi jalan pulang, tadi rasanya sangat haus daan lapar, untung bertemu kalian berdua,” ujar Sang Kakek.

Karena ia sudah merasa segar, kemudian kakek itu pun pamit dan mengucapkan terimakasih.

“Aku pamit dulu ya, sebagai hadiah ini ini aku persembahkan biji-bijian ini, semai biji ini saat kalian membutuhkannya, tidak perlu ditanam sekarang, kapan saja bisa, bahkan 100 tahun lagi juga bisa,” ujar sang kakek.

Belum sempat Cik Upik dan neneknya mengucapkan terimakasih, sang kakek tiba-tiba sudah menghilang dari pandangan mereka.

Kemudian biji-bijian itu disimpan oleh Cik Upik.

Keesokan harinya, Cik Upik dan neneknya pergi ke hutan. Seperti biasa, mereka akan mencari kayu bakar untuk dijual.

Sedang asyik menebang dahan pohon, tiba-tiba Cik Upik merasa sedang diperhatikan oleh sepasang mata.

Saat menoleh, sosok itu hilang, kemudian Cik Upik lanjut mencari kayu lagi, kemudian ia kembali merasa ada yang memperhatikan. Saat menoleh, sosok itu hilang lagi.

“Mungkin kau sedang kecapean cucuku, ayok saatnya kita pulang,” kata nenek saat Cik Upik menceritakan bahwa ia merasa ada yang mengintip.

Kemudian mereka pun pulang, sambil mengangkat kayu-kayu bakar yang akan mereka jual besok.

Sementara itu, di sebuah hutan, seorang pangeran sedang gelisah menatap langit. Tadi sore, ia baru saja mengintip seorang gadis cantik di hutan bersama neneknya saat mencari kayu, sang pangeran menjadi penasaran, sangat ingin berkenalan dengan gadis itu.
 
Pangeran itu sedang berkemah di hutan bersama para prajuritnya. Ia merupakan putra raja yang sedang berburu rusa dan berkemah di hutan.

“Hulubalang! Besok aku mau ke desa, aku ingin menemui gadis yang kita intip tadi di hutan, aku ingin berkenalan dengannya,” ujar pangeran kepada prajuritnya.

Hulubalang langsung menjawab “Pangeran, kita sudah berjanji kepada paduka raja, bahwa berburu kali ini bersifat rahasia, tidak ada rakyat yang boleh tahu,” ujar Hulubalang.

Namun rupanya pangeran sudah punya rencana. Katanya ia akan menyamar menjadi rakyat biasa bsok saat ke rumah gadis itu.

“Jadi besok pagi sekali, kau duluan ke desa, carikan alamatnya, kemudian kembali, maka aku akan ke sana sendirian setelah tahu alamatnya,” ujar Pangeran.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali para hulubalang sudah turun ke desa, mencari tahu dimana rumah gadis dan nenek itu berada. Saat sudah dapat bocoran barulah pangeran diberi tahu. Lalu pangeran pun berangkat.

Saat tiba di rumah Cik Upik, pangeran ternyata menyamar menjadi orang yang kelelahan hendak pulang ke desa sebelah.

“Masuklah dulu nak, istirahatlah di sini dulu, tunggu aku ambilkan makanan,” ujar sang nenek. Kemudian nenek memanggil Cik Upik.

Saat Upik keluar, pangeran langsung kaget, inilah gadis yang kemarin ia intip. Ia akhirnya bisa melihat cantik jelita itu dari dekat.

Lalu Cik Upik memberikan pangeran itu makanan dan minuman. Setelah itu mereka pun berkenalan.

Perkenalan ini pun ternyata juga membuat Cik Upik menyukai sang pangeran. Meski sang pangerann sedang menyamar jadi rakyat biasa, Cik Upik tetap mengagumi kesopanan dan juga kebaikan pria itu.

Hingga akhirnya, itu bukan jadi pertemuan pertama, keesokan harinya, pangeran datang kembali, pun hari-hari berikutnya, ia datang dan datang lagi.

Hingga pada suatu hari, sang pangeran yang masih menyamar sebagai rakyat biasa, menyatakan niatnya untuk melamar Cik Upik.

Niat itu kemudian disampaikan pangeran kepada tuan raja. Tuan raja lalu mencari tahu siapa Cik Upik melalui orang suruhannya. Akhirnya juga setuju.

Kemudian pernikahan pun dilangsungkan secara sederhana di rumah nenek Cik Upik. Pangeran tetap menjadi rakyat biasa, belum mengaku bahwa ia sebenarnya pangeran.

Suatu hari, pangeran minta izin kepada Cik Upik dan nenek untuk pergi ke suatu tempat untuk waktu yang lama. Dengan alasan bekerja di wilayah kerajaan sebelah.

Namun sayang, beberapa hari setelah kepergian suaminya, Cik Upik kehilangan neneknya. Neneknya tiba-tiba jatuh sakit lalu meninggal dunia.

Betapa sedihnya hati Cik Upik, ia harus tinggal sendirian, sementara suaminya harus pergi untuk waktu yang lama.

Bulan berganti bulan, hingga akhirnya, suatu sore, Cik Upik kaget karena rumahnya dipenuhi oleh prajurit berkuda.

Tak lama kemudian ia melihat sosok pria berpakaian seperti pangeran menghampirinya. Kaget sekali Cik Upik, karena ternyata itu adalah suaminya.

Setelah dijelaskan oleh pangeran, baru lah Cik Upik paham. Lalu ia pun dibawa pangeran ke istana dan kemudian tinggal di istana.

Sampai di istana Cik Upik disambut dengan sangat baik oleh keluarga raja.  Kemudian raja memerintahkan untuk segera membuat pesta untuk menyambut kehadiran menantunya Cik Upik.

Saat pesta, Cik Upik kemudian didandani oleh pesuruh istana. Diberikan pakaian bagus dan juga perhiasan yang bagus.

Semua mata pun tertuju kepada Cik Upik. Pesta malam itu kemudian membuat beberapa teman pangeran menjadi iri karena pangeran memiliki istri yang cantik.

Lalu timbul niat jahat dari teman-teman pangeran, untuk bisa menghabisi pangeran dan mengambil hati istrinya Cik Upik.

Keesokan harinya, pangeran diajak berburu ke hutan oleh teman-temannya, tapi dengan syarat, ia hanya boleh membawa satu prajurit.

Karena merasa itu adalah sahabatnya, pangeran ikut saja tantangan mereka, lalu mereka berangkat berburu rusa ke hutan hanya dengan  satu saja pengawal.

Sudah sore, pangeran belum juga pulang, Cik Upik pun gelisah, ia berdiri di depan gerbang istana menunggu suaminya.

Lalu tiba-tiba dari kejauahan, Cik Upik melihat seorang pengawal berlari sampai sesak nafasnya, memberi kabar bahwa pangeran jatuh ke jurang, didorong oleh teman-teman mereka.

Pangeran kemudian hanyut, hilang di bawah jurang.

Alangkah sedihnya hati Cik Upik. Ia tak menyangka ia akan mendapatkan musibah sebesar ini.

Karena sedih, Cik Upik kemudian pamit dari istana, untuk pergi berlayar. Sebelum keluar, ia menyamar dulu, mengecat semua muka dan tangannya dengan arang hitam.

Sehingga tak ada yang tahu ia pergi, kecuali mertuanya, sang raja. Kemudian Cik Upik pun berangkat berlayar.

Tanpa tujuan, Upik terus berlayar hingga akhirnya sampai di negeri Jambi.

Namun rupanya, keberangkatan Cik Upik ke Jambi diketahui oleh teman-teman pangeran yang telah berbuat jahat kepada pangeran tadi.

Mereka kemudian berniat menyusul Cik Upik hingga sampai ke negeri jambi.

Benar saja, beberapa hari kemudian mereka akhirnya bertemu dengan Cik Upik. Niat mereka adalah, ingin menjodohkan Cik Upik dengan salah satu diantara mereka.

Karena tak terima, dan tahu bahwa mereka adalah gerombolan orang jahat. Cik Upik kemudian mengusir mereka.

Lalu Cik Upik teringat, ia membawa sebilah keris pemberian neneknya. “Jika suatu saat kau merasa terancam, kau tancapkan saja keris ini di pinggir sungai, nanti akan ada pelindungmu datang.” Ujar nenek ketika itu.

Karena sedang merasa tidak aman, lalu Cik Upik menacapkan keris itu di pinggir Sungai Batanghari. Tiba-tiba, dari dalam sungai, keluar seekor naga.

Naga itu pula yang akhirnya mengusir perahu yang dinaiki para penjahat tadi, hingga akhirnya mereka pergi menjauh.
 
Kemudian naga itu pun menggali sebuah lobang,  tak jauh dari pinggir Sungai Batanghari, untuk rumahnya istirahat.
 
Lobang itu kemudian berubah menjadi danau, kemudian diberi nama Danau Sipin. Di sana kemudian naga bersembunyi, dan berjanji akan keluar lagi, jika Cik Upik membutuhkan pertolongan.

Lalu Cik Upik menyemaikan biji-bijian pemberian kakek yang pernah ditolongnya dulu. Sebagian disemai di tanah, sebagain lagi dilempar ke Danau Sipin.

Lalu biji yang di tanah tumbuh menjadi pohon buah-buahan dan sayuran, sedangkan yang di danau, berubah menjadi ikan-ikan.

Hingga akhirnya, Cik Upik pun menetap di negeri Jambi ,  hidup tenang dan bahagia.

“Hei Naga yang baik, jika nanti aku meninggal dunia, kau kembalilah ke langit, jangan tinggal di Danau Sipin lagi, agar rakyat di sini tidak takut padamu,” pesan Cik Upik kepada naga pelindungnya itu.

Pesan moral dari legenda ini, selalulah berbuat baik, karena baik kepada semua orang, tanpa pilih-pilih, akan membawa kebaikan untuk kita.  (***)

Sumber: Dirangkum dari berbagai cerita masyarakat Jambi.






 
 

Kategori :