Oleh : Cahyani Rusdiana
Pulau Rempang adalah salah satu pulau di Kecamatan Galang yang termasuk dalam wilayah Kepulauan Riau.
Pulau Rempang memiliki luas wilayah sekitar 165 kilometer persegi. Pulau Rempang terletak sekitar 3 km di sebelah tenggara Pulau Batam. Penduduk Rempang berjumlah 7.500 hingga 10 ribu jiwa yang mayoritas mata pencahariannya sebagai nelayan dan pelaut.
Pulau Rempang termasuk kategori pulau kecil berdasarkan definisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil.
Di Pulau Rempang terdapat 16 kampung tua dan pemukiman warga Asli. Warga di kampung tua tersebut terdiri dari beberapa suku, diantaranya suku Melayu, suku Orang Laut dan suku Orang Darat.
Pulau Rempang masuk Proyek Strategis Nasional (PSN) 2023 dan direncakan menjadi kawasan industri, perdagangan hingga wisata bernama Rempang Eco-City. Tetapi para warga melakukan penolakan atas rencana pembangunan kawasan Rempang Eco City itu, itulah yang membuat adanya bentrokan antara warga dengan aparat gabungan.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD menegaskan peristiwa di kawasan Pulau Rempang bukan penggusuran. Ia mengatakan yang terjadi adalah pengosongan lahan oleh yang berhak.
“Warga Pulau Rempang Tergusur Di Kampung Sendiri”
Masyarakat adat yang tinggal di 16 kampung tua di Pulau Rempang menolak keras relokasi yang dilakukan untuk proyek pembangunan Rempang Eco-City. Mereka menganggap kampung-kampung mereka memiliki nilai historis dan budaya yang sangat penting, bahkan sebelum kemerdekaan Indonesia.
Oleh karena itu, mereka menentang untuk direlokasi. Penolakan yang dilakukan dan proses pengosongan tanah inilah yang sekarang menjadi sumber keributan.
Menurut teori utilitarianisme, teori moralah yang menyatakan bahwa sebuah tindakan disebut benar secara moral, jika menghasilkan kebaikan bagi semua orang yang terpengaruh. Konsep ini secara umum, lebih berkaitan dengan filsafat moral, baik bagi mereka yang gigih menjadi pembela atau menentang suatu hal.
Konsep ini menjelaskan bahwa konflik pulau rempang merupakan tindakan yang hanya disetujui satu belah pihak saya yang membuat kebaikan tersebut tidak berlaku untuk semua pihak melainkan hanya satu pihak saja.
Maka dapat disimpulkan bahwa teori utilitarianismee tentang keberadaan negara dan hukum semata- mata sebagai alat untuk mencapai manfaat yang hakiki yaitu kebahagiaan mayoritas rakyat itu tidak tercapai.
Pemerintah tetap meminta hak pulau rempang dan akan mengosongkan pulau rempang, sementara banyak masyarakat adat yang tinggal dipulau rempang. proses pengosongan tanah inilah yang sekarang menjadi sumber keributan. Teori Utilitarianisme disini tidak terlaksana dengan baik karena keberadaan negara/pemerintah tidak memaksimalkan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi warga pulau rempang. (*)
*) Penulis Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Jambi