JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO.ID – Nikmat mana lagi yang mahasiswa dustakan tamat kuliah kini boleh tanpa skripsi.
Peluang bisa tamat kuliah tanpa skripsi ini disampaikan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim.
Kata Nadiem, ke depan mahasiswa S1 dan Sarjana Terapan bisa saja tamat tanpa skripsi mengingat hingga saat ini masih begitu banyak kendala yang dialami mahasiswa pun juga kampus terkait skripsi.
Tak hanya skripsi, bahkan untuk mahasiswa S2 dan S3, kata Nadiem juga tak lagi wajib mengupload jurnal tugas akhir mereka.
Nadiem menyampaikan hal ini saat meluncurkan Merdeka Belajar Episode ke-26 Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi di Jakarta kemarin.
Hambatan-hambatan terkait skripsi, jurnal dan tugas akhir lainnya ini kata Nadiem berpotensi menghambat mahasiswa di sebuah perguruan tinggi untuk lebih luwes dalam merencanakan dan merancang proses dan pembelajaran sesuai keilmuan yang mereka ambil sesuai kebutuhan mereka di dunia kerja dan usaha.
"Padahal seharusnya perguruan tinggi perlu menyesuaikan bentuk pembelajaran agar lebih relevan dengan dunia nyata,” ujar Nadiem dikutip Jambi Ekspres Rabu (30/8/2023) dari channel YouTube Kemendikbud Ristek.
Perguruan tinggi katanya harus memiliki ruang yang lebih lapang untuk menilai hasil pembelajaran di luar kelas.
Lantas jika tidak membuat skripsi, apa gantinya? Nadiem menjelaskan ganti skripsi bisa dalam berbagai bentuk tugas akhir lain.
Dicontohkan Nadiem, bisa saja berupa prototype, proyek, atau bentuk tugas lain yang lebih bisa mengasah keilmuan seorang mahasiswa.
Menurut Nadiem tak semua program studi di sebuah perguruan tinggi bisa menilai kompetensi mahasiswa hanya dari lembaran skripsi.
"Contoh prodi dalam vokasi itu apakah jika mahasiswanya menulis karya ilmiah yang terpublis secara scientific adalah cara tepat untuk mengukur kompetensi dia (mahasiswa)? padahal kompetensi dia technical skill," tegas Nadiem lagi.
Menurutnya prodi tertentu seperti vokasi tentu akan lebuh cocok jika diganti skripsinya dengan tugas akhir proyek, atau bisa profile dan bentuk tugas lain yang lebih sesuai.
Nadiem mengakui memang tak semua prodi cocok tanpa skripsi, ada juga yang tetap menggunakan skripsi sebagai tugas akhir sesuai dengan program studinya.
Namun keputusan apakah mahasiswa boleh bebas dari tugas skripsi atau tidak, itu kata Nadiem dikembalikan lagi kepada pihak perguruan tingginya, kepada Ketua Program Studi masing-masing bukan lagi mengacu pada Kemenristek, bukan lagi kemenristek yang menentukan.
"Kaprodi bisa menentukan, apakah tugas akhirnya skripsi atau bentuk lain sudah cocok untuk mahasiswa atau bagaimana, mereka yang menentukan," lanjutnya lagi.
Lantas bagaimana skripsi yang hingga saat ini masih terkait dengan akreditasi prodi? Ini perguruan tinggi katanya bisa dan boleh berargumen kepada Badan Akreditasi. "Prodi itu bisa off out, Bisa bilang anak-anak saya sudah melalui berbagai macam tes kompetensi, saya merasa tidak membutuhkan skripsi karena saya sudah membuktikannya langsung," ujar Nadiem.
"Saat proses akreditasi, perguruan tinggi bisa berargumen, jika kompetensi anak-anak selama 3,5 tahun itu sudah sama dengan skripsi dan itu bisa dibuktikan selama mereka kuliah di tahun-tahun tersebut," lanjutnya lagi.
Pemberlakuakn kebijakan seperti ini, bisa tamat kuliah tanpa skripsi tanpa harus mengunggah jurnal, kata Nadiem otomatis akan mendorong perguruan tinggi bisa bebas menjalankan Kampus Merdeka, percaya lagi dengan Kaprodi, percaya lagi dengan dekan dan percaya lagi dengan perguruan tinggi.
"Dampaknya dengan adanya ini (tanpa skripsi) maka akan semakin bebas prodi melakukan best learning, semakin bebas prodi mendorong mahasiswanyamelakukan pendidikan di luar kampus, semakin bebas prodi untuk menjadikan project riset menjadi bagian dari pendidikan atau kurikulum prodi mereka," tegasnya lagi. (dpc)