Yatim Sejak Kecil dan Hampir Putus Sekolah, Jennie Kini Cicipi Kuliah di Amerika

Senin 21-08-2023,16:39 WIB
Editor : Setya Novanto

JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO.ID- Jennie Nabilah baru duduk di kelas 5 SD saat ayah tercinta meninggal dunia. Peristiwa ini mengguncang kehidupan keluarganya. Tulang punggung ekonomi keluarga mereka telah tiada.

Jennie, demikian dia biasa dipanggil, memang bisa menyelesaikan belajarnya di sekolah dasar. Tapi berat baginya untuk lanjut ke sekolah menengah pertama (SMP). Kondisi ekonomi keluarga tidak sedang baik, sehingga dia pun terancam berhenti sekolah.

Namun, Tuhan Maha Kuasa. Dia punya caranya tersendiri untuk memberi jalan bagi hamba-Nya. Jalan itu juga yang kini mengantarkan Jennie mencicipi kuliah di Amerika.

Minggu (20/8/2023), dengan mata berkaca, Jennie Nabilah menyempatkan diri berbagi cerita kisah perjuangannya hingga lolos seleksi MOSMA Kemenag dan berhak kuliah 1 semester di Buffalo State University, Amerika Serikat.

"Lulus SD tahun 2016, saya hampir saja tidak bisa melanjutkan pendidikan ke SMP karena alasan biaya. Saat itu saya hampir putus sekolah," demikian Jennie mengawali kisah perjalanan pendidikannya

Padahal, lanjutnya, sekolah adalah kesenangannya. Tumbuh dalam keluarga sederhana, Jennie kecil sudah dikenal gigih dalam belajar. Bahkan, dia selalu meminta pergi ke sekolah, meski belum cukup secara umur

"Saya sering merasa terpacu dan selalu ingin menemukan dan belajar hal baru. Tapi seperti jalan raya pada umumnya, pasti ada beberapa lubang yang harus dilewati," sebutnya.

Lubang jalan yang dimaksud Jennie itu mulai dia rasakan semenjak ayahnya meninggal. Kondisi ekonomi keluarga sedang sulit sehingga tidak ada biaya untuk sekolah. Di tengah kesulitan untuk meneruskan pendidikan ke jenjang SMP, Tuhan memberi pertolongan. Tiba-tiba, tetangga rumah yang berprofesi sebagai guru les datang ke rumah.

"Dia memberitahukan bahwa akan ada orang yang membantu biaya sekolahku hingga kuliah. Apa ini? Sesuatu yang sebelumnya terasa tidak mungkin digapai, tapi seolah ”Surprise!”, aku percaya bahwa setiap niat baik akan ada jalannya," kenang Jennie dengan mata berkaca.

Benar adanya, penolong itu datang sehingga Jennie bisa melanjutkan pendidikan. Bantuan itu dipahami Jennie sebagai tanggung jawab yang harus dijalani dengan baik dan sungguh-sungguh.

Setiap tahapan pendidikan lalu dijalaninya dengan serius. Jennie berupaya menumbuhkan jiwa kompetitif, meski di tengah fasilitas yang serba terbatas. Misalnya saat akan ikut olimpiade, jangankan ikut les, bahkan untuk buku soal latihan saja harus pinjam dan fotokopi.

"Dulu masih merasa pesimis ketika melihat teman sejawat yang bisa pergi ke les privat olimpiade. Namun, aku percaya yang terpenting jangan membatasi kegigihan diri sendiri, jangan membatasi kepercayaan kepada kemampuan diri sendiri, karena sebenarnya konsep itu yang mahal untuk berjalan," tuturnya.

’Long life learning’, demikian Jennie menggambarkan semangatnya di SMP dan SMA. Dia ingin terus berusaha menemukan banyak pengalaman di setiap babaknya, hingga semua lancar dan gemilang.

Namun, ceritanya kembali berbeda. Bak memutar kaset, Jennie kembali dihadapkan pada persoalan biaya saat akan melanjutkan pendidikannya. "Orang yang selama ini membantu pendidikan saya dari SMP hingga SMA, dia hanya sanggup untuk membiayai kuliah saya jika bukan melalui jalur mandiri," kenangnya.

Matanya sembab. Dia tentu sangat berterima kasih atas bantuan yang dia terima sehingga bisa sekolah sampai lulus SMA. Tapi Jennie ingin kuliah. Dia berusaha mendaftar pada jalur prestasi dan lainnya, tentu bukan mandiri, sehingga memungkinkannya mendapat beasiswa. Namun, upayanya belum membuahkan hasil.

Kategori :