Oleh: Wawan Dinawan (*
Setiap senin pagi, sepuluh tahun lalu, kami selalu mengadendakan untuk melakukan kunjungan ke satu atau dua blok kebun sawit. Sebagai seorang Community Development Officer saya juga diminta ikut untuk agenda tersebut. Blok yang kami kunjungi bukan sembarang blok.
Ada beberapa kriteria blok yang akan dikunjungi seperti produktivitas blok tersebut, rotasi panen yang dekat, dan alasan operasional lainnya.
Pagi itu, setelah semua personel berkumpul, kami dibagikan selembar kertas berisikan beberapa kotak yang nantinya akan diisi secara pribadi di lapangan. Memperhatikan setiap detail tanaman sawit adalah keharusan.
Berapa buah masak yang sudah siap panen, berapa buah mentah yang satu atau dua pekan lagi akan dipanen, berapa brondolan di piringan sampai dengan kondisi tanaman terawat atau tidak menjadi catatan kami.
Siangnya kami berkumpul di ruang meeting, membahas semua temuan lapangan. Hal ini penting untuk menentukan kebutuhan operasional selama satu pekan ke depan. Akhir pekan, kami meeting kembali untuk membahas sejauh apa hasil pekerjaan yang telah direncanakan senin kemarin. Dan begitulah proses yang setiap pekan dilaksanakan.
Begitulah sehari-hari para karyawan yang dipekerjakan para pengusaha bekerja; mencatat, menganalisa, merencanakan, dan mengevaluasi. Para pengusaha selalu ingin tahu apakah segala sesuatu yang dia usahakan mendapatkan hasil yang sesuai. Jika tidak sesuai, para pengusaha akan melakukan tindakan tindakan yang dirasa akan mampu memperbaiki situasi. Semuanya berdasarkan catatan-catatan yang dibuat oleh manajemen usahanya.
Sebelumnya, tahun 2012, saya menjalankan kegiatan sebagai Managemen Trainee (MT) Community Development disebuah kebun yang dibangun atas program Perkebunan Inti Rakyat (PIR) yang kebun plasmanya lebih luas dari kebun inti. Belum lagi luasan kebun masyarakat yang mendapat program khusus dari perusahaan juga lebih luas dari kebun plasma itu sendiri. Ditambah kebun-kebun swadaya. Tiga kecamatan yang kami kelola sebagaian besar penduduknya berprofesi sebagai petani pekebun kelapa sawit. Saya menyebut petani sawit adalah para pengusaha sawit. Hanya beda luasan saja dengan pengusaha besar.
Selain luasan yang berbeda, cara kerjanya juga relatif berbeda. Di kebun petani, kami sangat sulit menemukan catatan-catatan usaha berkebun kelapa sawit. Sebagian petani memiliki catatan sederhana tentang kegiatan operasionalnya. Sebagian besar catatan yang saya lihat adalah catatan transaksi penjualan TBS mereka baik ke kelompok tani, koperasi, dan atau tengkulak. Selain itu terdapat juga catatan pembelian pupuk.
Ketiadaan catatan bagi petani kelapa sawit adalah masalah mendasar. Sebab catatan adalah kunci pertama untuk mendapatkan kesejahteraan. Dengan catatan, petani sawit dapat melakukan analisa sederhana seperti rekap panen, TBS, sampai dengan analisa kondisi keuangan.
Memang, agak sulit jika petani sawit harus merekap dan menganalisa catatan-catatan itu sendiri. Jika semua catatan ingin dianalisa, diperlukan komputer yang cukup baik. Belum lagi software olah data yang juga tidak murah. Untuk unit usaha yang hanya seluas dua hektar, rasanya memang terlalu mahal. Selain itu, proses tersebut juga tidak praktis karena komputer yang besar dan sulit untuk dibawa.
Sebenarnya, petani kelapa sawit tidak perlu repot seperti itu lagi karena saat ini teknologi sudah semakin maju. Cukup berbekal telepon genggam segala kebutuhan catatan dan analisanya sudah bisa didapat petani sawit dengan sangat mudah dan murah. Aplikasi Petani Sawit Pro yang tersedia di Google Play Store adalah salah satu aplikasi yang bisa digunakan. Aplikasi ini diharapkan mampu menjadi Asisten Petani Kelapa Sawit untuk dapat menjalankan usahanya lebih profesional, produktif, dan profit.
Pada masa yang akan datang, petani akan lebih produktif sehingga bisa sejajar dengan pengusaha-pengusaha kelapa sawit besar. (*)
*) Penulis Adalah Pemerhati Kelapa Sawit