JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO.ID- Bioetanol, BBM baru milik Pertamina Persero yang bakal diluncurkan pada bulan Juni 2023 terus menjadi pembicaraan hangat di semua kalangan.
Dengan tambahan Bioetanol tersebut secara otomatis BBM milik Pertamina Persero menjadi 7 jenis. Sebelumnya ada Pertalite, Solar, Pertamacx, Pertamax Turbo, Dexlite dan Pertamina Dex (Pertadex).
Terkait peluncuran Bioetanol bulan ini (Juni, red) diungkapkan oleh Direktur Utama PT Pertamina Persero Nicke Widyawati dalam Media Briefing Capaian Kinerja 2022, Selasa, (6/6) lalu.
"Jadi nanti kita di bulan ini (Juni), kita mau launching produk baru. Yaitu bioetanol. Untuk bioetanol ini adalah campuran antara Pertamax dengan etanol," ungkapnya
Sementara menurut salah satu peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bioetanol adalah komoditas energi yang dibutuhkan oleh Indonesia sehingga optimalisasi produk tersebut dapat mengurangi kuota impor minyak dan gas di dalam negeri.
"Bioetanol merupakan oksigenat yang dapat dicampurkan ke dalam bensin yang mampu meningkatkan angka oktan dan menyempurnakan pembakaran di dalam mesin," kata Perekayasa Ahli Utama Pusat Riset Agroindustri BRIN Agus Eko Tjahjono dalam keterangan di Jakarta, Kamis.
Bioetanol adalah bahan yang banyak dipakai untuk minuman, bahan baku atau penunjang berbagai industri, dan saat ini banyak dimanfaatkan sebagai bahan bakar.
Bila dibandingkan bahan bakar minyak setara oktan 90, pemanfaatan etanol sebagai campuran bahan bakar minyak bisa mengurangi hingga 90 persen emisi karbon dioksida.
Meski secara sains energi alternatif ini mampu berkontribusi terhadap penurunan emisi, namun penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar masih menghadapi beberapa tantangan yang perlu diselesaikan oleh para pemangku kepentingan.
Agus menuturkan bahwa investasi yang tidak murah, bahan baku terbatas, serta harganya yang mahal menyebabkan bioetenol tidak berkembang di Indonesia. Bahkan, sebagian industri di dalam negeri menggunakan molases yang merupakan komoditas ekspor.
Dia menjelaskan upaya meningkatkan keekonomian bioetanol, yaitu kebutuhan energi diupayakan dari sisa biomassa bahan baku, menekan biaya investasi pabrik, meningkatkan efisiensi proses, dan menciptakan by product dan co-product.
"Indonesia memiliki sumber bahan baku yang melimpah, beberapa bahan baku, bahan berpati atau bergula telah tersedia tanpa harus melakukan penyediaan lahan dan budidaya, serta jumlahnya melimpah, seperti tanaman sagu," kata Agus.
Lebih lanjut dia menyampaikan bahwa sagu sebagai kandidat bahan baku yang layak secara ekonomi untuk pengembangan industri bioetanol di Indonesia.
Sagu dikenal dengan tanaman produktivitas pati atau gula yang tinggi dan belum termanfaatkan dengan optimal dan memiliki sisa biomassa yang mencukupi sebagai sumber energi proses (listrik dan panas), serta pemanfaatan hutan sagu yang dilakukan dengan benar tidak akan merusak lingkungan.
"Dapat diintegrasikan dengan pengembangan berbagai co-product dan pemanfaatan by product untuk meningkatkan keekonomiannya sehingga potensial untuk pengembangan ekonomi hijau berbasis sagu," jelas Agus.