JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO.ID- Ada harapan baru bagi para honorer se Indonesia. Saat ini pemerintah sedang memfinalisasi sejumlah opsi untuk penataan honorer.
Menteri PANRB Abdullah Azwar Anas mengatakan, Presiden Joko Widodo telah memerintahkan untuk mencari jalan tengah.
“Jadi sekarang sedang dimatangkan. Ada opsi-opsi. Yang jelas pemerintah berusaha agar tidak ada pemberhentian. Tapi di sisi lain juga tidak menimbulkan tambahan beban fiskal yang signifikan dan tetap sesuai regulasi,” ujar Anas usai Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Kamis (02/03) seperti dikutip dari menpan.go.id
Anas menambahkan, opsi-opsi solusi itu telah dan sedang terus dibahas bersama DPR, DPD, Apkasi (Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia), Apeksi (Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia), APPSI (Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia), BKN, dan beberapa perwakilan tenaga non-ASN.
“Seperti pekan lalu saya ketemu para gubernur dalam APPSI, kita bahas soal tenaga non-ASN. Semoga bisa segera sepakat solusinya dalam waktu yang tak lama lagi,” ujar Anas.
Anas mengungkapkan bahwa para tenaga non-ASN ini memiliki peran yang cukup bagi masyarakat.
Sehingga ia berulang kali menyampaikan sedang mencari jalan terbaik yang dapat diterima semua pihak.
“Secara faktual, memang tenaga non-ASN berperan dalam pelayanan publik, sangat membantu dalam penyelenggaraan pelayanan publik seperti soal pendidikan, kesehatan, maupun pelayanan publik lainnya,” jelas Anas.
Menteri Anas membeberkan ada beberapa opsi penyelesaian tenaga non-ASN.
“Kita memang ada beberapa opsi, mulai soal pengangkatan sesuai skala prioritas, lalu ada opsi pengangkatan seluruhnya tapi ini nanti beban fiskal bisa melonjak signifikan, dan beberapa opsi lagi,” ujar mantan kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Selain soal penataan tenaga non-ASN, Anas juga menggarisbawahi soal pentingnya distribusi ASN secara merata ke seluruh Indonesia, baik itu PNS maupun PPPK.
“Jadi problem kita ini bukan hanya soal formasi ideal, jumlah ASN yang didayagunakan, tetapi juga distribusinya. Karena memang saat ini sebarannya belum merata, masih terpusat di Jawa, padahal seluruh Indonesia berhak mendapat pelayanan publik prima sebagaimana arahan Presiden,” ujar Anas. (*)