Mendengar penjelas Jeje, Magenta tahu bahwa mungkin saja ia salah menilai Windi, tapi seucil hati Magenta mengatakan bahwa Windi juga begitu egois, bagaimana bisa ia mempertahankan Cipta disaat ia menyukai Saka, bukankah begitu serakah untuk mempertahankan keduanya di sisinya. Setidaknya pilih lah salah satu, agar satu dari mereka dapat mencari kebahagian yang lain.
Magenta mendengus tak terima, “Terserah, kalian sama bodohnya, nggak Cipta, nggak lo, sama aja.”
Jeje tertawa, mencubit pipi Magenta kuat, jika Magenta marah benar – benar terlihat menggemaskan, apalagi ketika Magenta mengembungkan pipinya. Baik Cipta ataupun Jeje tidak akan yang bisa menahan rasa gemas untuk mencubit pipi Magenta jika sahabat perempuan mereka itu marah.
“Wajar nih ya kalo gue sama Cipta tu gemes liat lo!!! Lucu banget sih!!!” gemas Jeje. “Lagian kok bisa sih cewek ke lu seimut ini, lu kan jelek,” ejek Jeje masih dengan mencubit pipi Magenta gemas.
“le-lew-lewpas” Ujar Magenta kesusahan, Magenta kesal sedari tadi berniat ingin mencubit pinggang Jeje, namun seolah tau Jeje mampu menghidar setiap cubitan Magenta.
Jeje tertawa lepas melihat Magenta, Jeje tidak tahu perasaan apa yang menghampirnya, seolah kosong dan hampa, belakangan ini Jeje terus merasakan perasaan itu, seolah ia akan kehilangan segalanya, sebab itu sebisa mungkin Jeje ingin menghabiskan waktunya bersama Megenta dan Cipta. Dirinya bisa saja tertawa lepas, menampilkan raut paling bahagia seantero jagat raya, tapi hatinya tidak, seolah ia merasa kehilangan, ada hal yang terasa ganjal, namun lagi – lagi seperti biasanya Jeje hanya bertanya – tanya lalu lupa untuk mencari tahu jawabannya. Bukan tak lagi peduli, hanya saja Jeje lelah terus mencari tahu, apapun itu, Jeje hanya akan menerimanya. Begitu saja, berjalan dengan sendirinya.