B35 merupakan campuran biodiesel antara bahan bakar nabati (BBN) berbasis minyak kelapa sawit dengan BBM diesel.
Dari campuran tersebut, kadar minyak sawit dalam bahan bakar adalah 35%, sementara 65 persen sisanya merupakan BBM solar.
Persentase pencampuran ini nantinya akan ditingkatkan menjadi 40% (B40). Selain mendukung kontribusi energi terbarukan pada bauran energi nasional, rencana implementasi B35 dan B40 juga diharapkan dapat memberi pengaruh positif pada ekonomi domestik.
“Substitusi BBM ke BBN adalah upaya strategis dalam hal penghematan devisa akibat menurunnya impor minyak solar, peningkatan nilai tambah Crude Palm Oil (CPO), membuka lapangan kerja, sekaligus menurunkan emisi gas rumah kaca dan meningkatkan bauran energi baru terbarukan di Indonesia,” tutur Direktur Bioenergi, Edi Wibowo pada kegiatan Sosialisasi Implementasi Penggunaan B35 dan Hasil Kegiatan Uji Jalan (Road Test) B40 pada Kendaraan Bermesin Diesel yang berlangsung hari ini, Jumat (6/1 seperti dikutip dari ebtke.esdm.go.id
Untuk program B35 di tahun 2023, imbuh Edi, target penyaluran biodiesel sebesar lebih dari 13,15 juta kiloliter (kL), yang akan menghemat devisa sekitar USD 10,75 miliar atau setara Rp 161 triliun.
Program B35 ini diproyeksi akan menyerap tenaga kerja sekitar 1.653.974 orang serta pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sekitar 34,9 juta ton CO2e.
Lebih lanjut Edi mengungkapkan bahwa Indonesia saat ini masih merupakan negara yang paling terdepan dalam menerapkan pencampuran BBN jenis Biodiesel. Indonesia sudah memulai di tahun 2006 dengan B2,5, kemudian 2016 dengan B20, terakhir mencapai program B30 di tahun 2020 secara nasional.
Dalam berbagai kesempatan, Presiden Joko Widodo menyampaikan harapannya agar kedepan pemanfaatan BBN dapat berlanjut ke B40, B50, bahkan B100. Pada sidang kabinet 6 Desember 2022, Presiden Jokowi menginstruksikan agar dilaksanakan implementasi B35 pada tahun 2023.
“Dengan implementasi B35 yang akan kita mulai per 1 Februari 2023, sekali lagi Indonesia menjadi yang terdepan dalam pemanfaatan BBN jenis biodiesel,” tandas Edi.
Ia menjelaskan program implementasi B30 dapat berjalan dengan baik selama kurang lebih tiga tahun karena tidak ada kendala signifikan dalam pelaksanaannya. Terdapat dukungan program biodiesel yang meliputi kecukupan pasokan, program insentif dari sawit berupa pungutan ekspor CPO dan turunannya yang dikelola oleh BPDPKS, serta monitoring dan evaluasi secara berkala.
Sebelum dilaksanakannnya peningkatan persentase pencampuran biodiesel, telah dilakukan beberapa persiapan teknis untuk memastikan performa penggunaan campuran BBN.
Diantaranya pengujian pengaruh penggunaan campuran biodiesel 35% (B35) terhadap sistem filtrasi mesin diesel, dengan hasil tidak terjadi indikasi pemblokiran filter pada pengujian Filter Blocking Tendency (FBT) maupun pengujian Filter Rig Test.
Rekomendasinya tidak ada pengaruh signifikan atas penggunaan B35, dimana telah dilakukan perbaikan pada spesifikasi Biodiesel yang digunakan untuk campuran tersebut.
Sementara sebagai persiapan implementasi B40, telah dilaksanakan Uji Jalan (Road Test) B40 yang telah dilaunching Menteri ESDM pada 27 Juli 2022, sebagai rangkaian akhir dari pengujian.
Hasil uji ini digunakan sebagai dasar pertimbangan sebelum implementasi B40. Pada uji jalan B40 ini, dilakukan pengujian pada dua jenis campuran bahan bakar B40 yaitu B30D10 dengan formula campuran 30% Biodiesel (B100*) ditambah 10% Diesel Nabati/Diesel Biohidrokarbon/HVO (D100) juga 60% Minyak Solar (B0), dan B40 dengan formula campuran 40% Biodiesel (B100*) ditambah 60% Minyak Solar (B0).
Pada kesempatan ini, Edi menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak antara lain Kemenko Bidang Perekonomian, Kemenko Marves, BPDPKS, BBPMGB Lemigas, BBSP KESDM, BRIN, PT Pertamina (Persero), APROBI, Gaikindo serta pihak-pihak lainnya yang mendukung upaya peningkatan pencampuran bahan bakar nabati jenis biodiesel ke dalam bahan bakar minyak jenis minyak solar menjadi di atas 30%, yaitu pengujian penggunaan B35 dan uji jalan B40.