“Nggak usah sok ngingatin, lo tuh kudu dibenerin otaknya. Kalo sampe gua ngulang nih semua salah lo! Gue bakal minta duit ukt sama lo, liat aja!” Arisa masih saja misuh, Sundra mengehela nafas.
“Iya!!” Balas Sundra, “Jadi nggak nih makan mie ayamnya?!” Tanya Sundra lagi.
“Pulang nebeng gue maafin,”
“Idih! Ngelunjak banget, dikasih hati minta jantung.” Ucap Sundra tak terima.
“Mau dimaafin apa nggak?!” Tanya Arisa mengulum senyum.
“Wes rapopo, asal ratu senang aja!” Jawab Sundra, Arisa terkekeh senang, menggandeng lengan Sundra.
“Emang Sundra doang yang terbest!” Puji Arisa, Sundra turut tertawa.
“Ada maunya aja gue dipuji,” Sindir Sundra, Arisa tidak menggubris. Ia cukup bahagia hanya dengan traktiran seporsi mie ayam untuk makan siang dan tebengan pulang untuk nanti sore. Lagipula, keluar dari kelas tadi tidak terlalu bermasalah untuknya, lagipula dosen tersebut turut menyebalkan bagi Arisa. Keduanya kompak berjalan ke parkiran, mencari motor vespa butut berawarna biru, belahan jiwa Sundra yang lain selain Arisa Dewanta. Motor yang menjadi saksi seluruh drama asmaraloka milik Sundra sejak SMA hingga memutuskan untuk jatuh cinta sendirian pada Arisa.
“Hari lagi panas, gue nggak bawa helm. Gue nggak ada kepikiran bakal ada yang nebeng soalnya,” Ujar Sundra, ia memasangkan topi hitam polos miliknya pada Arisa, kemudian memakaikan jaket miliknya, memastikan Arisa aman.
“Nggak ikhlas lo ya?” Tanya Arisan dengan tatapan memincing, Sundra menekan topi dikepala Arisa lebih dalam membuat hanya setengah wajah Arisa yang keliatan.
“Kurang ikhlas apalagi sih gue Arisa Dewanta pacaranya lee jeno suaminya jaehyun selingkuhannya soh johnny?! Hah?!” Ucap Sundra, memundurkan motornya, “Naik,” Suruh Sundra.
Arisa naik, memegang pundak Sundra. “Nggak mau dipeluk aja neng?” Goda Sundra, Arisa terkekeh, “Nggak ah, nanti ada yang cemburu.” Balas Arisa terkekeh.
“Siapa tuchhh?!” tanya Sundra jahil.
“Biasaaa…harem gue di korea, pada possesif punya gue.” Jawab Arisa, kedunta tertawa lepas setelahnya.
Sundra tidak jatuh cinta tanpa alasan pada Arisa. Hanya pada Arisa, Sundra tidak perlu menjadi si sosok primadona yang sempurna dari ujung rambut hingga kaki, ia bisa menjadi dirinya yang biasanya, menjadi manusia paling nyaman dengan hidupnya. Bukan berarti Sundra merasa tertekan dengan banyaknya ekspetasi orang padanya, jujur, jika bisa, Sundra menikmati eksistensi dan atensi yang orang – orang berikan padanya, menjadi popular dan disukai banyak orang itu sebuah privilege yang tak dapat Sundra sia – siakan. Hanya saja, ia juga manusia, lelahnya juga sama halnya dengan mereka, kadang – kadang ia butuh hal lain yang melepasnya dari jenuh, dan satu -satunya yang ia temukan hanya Arisa. Sebab, tawa dan canda perempuan belahan jiwa itu selalu sama candunya. Tidak apa – apa untuk mencintai sendirian, nyatanya hakikat mencintai itu tidak semata untuk memiliki, cukup Arisa bahagia, maka Sundra sudah terisi seutuhnya dunianya.
“Arisa,” Panggil Sundra di tengah bisingnya kendaraan jalanan saat mereka berhenti di lampu merah.