Di samping itu, juga dapat disebut “pengkhianat intelektual” ialah para kaum intelektual yang berburu kekuasaan dengan menghalalkan segala cara. Tapi, setelah kekuasaan didapat, mereka tak menggunakan kekuasaan untuk kemaslahatan masyarakat. Mereka korup, tiranik, feodal, dan menyalahgunakan kekuasaan.
Hari ini, dalam konteks praksis, misalnya, kita bisa melihat ada banyak akademisi yang terjun ke dunia politik: menjadi kepala daerah (gubernur, bupati/walikota), dan posisi-posisi lainnya. Tapi, di antara mereka tak semua mampu berlaku lurus menjaga komitmen moral menjalankan amanah. Mereka yang tak mampu menjaga komitmen moral-etis-keilmuan itulah yang dapat digolongkan “pengkhianat intelektual”. Sebagai penutup, perlu juga dianalisis secara rasional: apakah pengkhianatan intelektual terjadi karena memang mereka tak konsisten menjaga komitmen moral-etis-keilmuan, atau jangan-jangan karena basis filsafat keilmuan mereka yang keliru?
*) Bukhari Muallim, Alumnus Fisip Universitas Ekasakti dan Dosen STIA Nusa Sungai Penuh