Mengenal SARS-CoV-2 dan Next Generation Sequencing

Jumat 21-01-2022,09:24 WIB
Editor : novantosetya

Oleh :

Widia Bela Oktaviani, S.Si., M.Bio.Med&Bayu Kurniawan, S.Si., M.Sc

Akademisi UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

 

Sejak Desember 2019, terjadi kasus pneumonia coronavirus yang misterius di Wuhan. Beberapa minggu kemudian pada Januari 2020 WHO menyatakan darurat kesehatan akibat kasus misterius ini. Berdasarkan hasil analisis sequencing dari saluran pernafasan, berhasil diidentifikasi yakninovel virus severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) sebagai agen penyebab untuk klaster pneumonia. Pada Februari 2020 secara resmi coronavirus dikenal sebagai The novel severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARSCoV2) atau yang disebut dengan Covid-19. Corona virus memiliki sifat penyebaran yang sangat cepat dari virus sebelumnya yaitu SARS dan MERS diberbagai belahan dunia baik negara tropis maupun subtropis. 

Coronavirus merupakan jenis virus RNA dengan ukuran partikel 120-160 nm. Virus ini merupakan patogen yang menginfeksi hewan termasuk pada kelelawar dan unta. Sebelum pandemi ini terjadi, coronavirus terdapat 6 jenis yang dikenali dan dapat menginfeksi manusia yaitu alphacoronavirus 229E, alphacoronavirus NL63, betacoronavirus OC43, betacoronavirus HKU1, Severe Acute Respiratory Illness Coronavirus (SARS-CoV), dan Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV). Coronavirus masuk kedalam famili Coronaviridae. Sebagian besar spesies coronavirus seperti 229E, OC43, NL63, dan HKU1 menyebabkan flu pada manusia. Namun, beberapa spesies lain seperti MERS-CoV dan SARS-CoV menyebabkan penyakit pernafasan yang parah dengan tingkat kematian masing-masing 37% dan 10% (Kakhki et al., 2020).

Corona virus ini bukan pertama kalinya terjadi yang menyebabkan pandemi secara global. Pada September 2012 diwilayah Timur Tengah juga terjadi sindrom pernafasan yang disebabkan oleh (MERS) CoV. Terdapat empat genus dari CoV yaitu α-coronavirus (alphaCoV), β-coronavirus (betaCoV) pada kelelawar dan tikus, δ-coronavirus (deltaCoV), dan γ-coronavirus (gammaCoV) pada unggas.

Bagaimana asal usul Covid-19 ini? Para ahli virologi menjelaskan asal muasal virus ini melalui dua skenario yaitu seleksi alam pada inang hewan sebelum transfer zoonosis dan seleksi alam pada pada manusia mengikuti transfer zoonosisnya.

Faktor Lingkungan terhadap Distribusi Covid-19 

Hasil dari beberapa penelitian sepertifaktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban lingkungan dapat mempengaruhi dinamika epidemiologi yang mempengaruhi distribusi spasial dan waktu infeksi. Pada suhu relatif hangat menunjukkan bahwa tingkat transmisi covid-19 menurun seiring dengan peningkatan suhu lingkungan. Resiko kejadian harian sangat berbeda pada suhu yang tinggi dan rendah karena faktor lingkungan bersama dengan efek ambang batas dapat mempengaruhi kondisi inang dan virus selama wabah berlangsung. 

Faktor lingkungan juga turut andil mempengaruhi pola aktivitas dan sistem kekebalan tubuh manusia dan virus itu sendiri. Data dari studi laboratorium hasil penelitian (Chin et al. (2020) melaporkan bahwa SARS-CoV-2 atau Covid-19 sangat stabil pada suhu 4oC dan sangat sensitif pada kenaikan suhu yang relatif hangat yang ditunjukkan dengan setiap kenaikan suhu lingkungan setiap 1oC pada berbagai belahan bumi terdapatpenurunan penginfeksian sebesar 3,08%. Penularan virus juga sangat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban serta kepadatan populasi yang merupakan penyebab langsung transmisi biologis antara virus dengan manusia. 

Berdasarkan hasil peneliti mengenai faktor lingkungan terhadap keberlangsungan hidup virus dapat memberikan harapan untuk wilayah Indonesia yang akan memasuki awal musim kemarau. Berdasarkan prakiraan BMKG, Indoensia akan terjadi puncak musim kemarau pada awal bulan Juni hingga Agustus tahun 2020. Peningkatan suhu pada daerah tropis khususnya seperti Indonesia diharapkan dapat menekan distribusi virus dan menurunkan daya patogen. Namun, perlu pengkajian lebih lanjut lagi secara komprehensif dan mendalam dan mengantisipasi adanya jenis strain baru akibat mutasi pada Covid-19 pada daerah yang kurang ideal untuk perkembangannya.

 

Infeksi yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 berdasarkan centers for disease control and prevention (CDC) dapat menimbulkan beberapa gejala, dimulai dari gejalan ringan hingga parah. Gejala akan mucul pada 2-14 hari setelah terpapar virus. Gejala yang ditimbulkan berupa batuk, kesulitan bernafas, demam tinggi, nyeri otot, dan sakit tenggorokan. Gejala terbaru yang dilaporkan termasuk gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, atau diare. Coronavirus menyebar terutama melalui droplet yang dikeluarkan dari air liur, atau dikeluarkan oleh orang yang terinfeksi melalui batuk atau bersin. Infeksi SARS-CoV-2 juga dapat ditularkan di antara pasien tanpa gejala (carrier) yang dapat memiliki viral load tinggi tanpa menunjukkan gejala apapun. Inilah yang menyebabkan cukup culit untuk membatasi penyebaran virus SARS-CoV-2. 

Lantas bagaimana dengan varian baru dari Covid 19 yaitu Omikron? Varian baru ini memunculkan sejuta pertanyaan mengapa ini bisa terjadi? apa penyebabnya? Dan factor apa yang mempengaruhi virus varian baru ini mengalami mutasi dari virus yang sebelumnya ? tentu saja ini menjadi pertanyaan yang cukup serius dikalangan ilmuan.

Kategori :