MOU Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dengan Mabes Polri tentang penanganan guru pelanggar kode etik ternyata belum berjalan. Padahal kesepakatan ini sudah diteken Januari. Kendala penerapan MoU itu adalah belum keluarnya petunjuk teknis (juknis) oleh Mabes Polri.
Ketua PB PGRI Sugito kemarin (18/11) mengatakan, MoU itu masih sebatas pondasi umum saja. \"Belum bisa diterapkan karena juknisnya atau SOP-nya (Standard Operational Procedure, red) belum ditetapkan polisi,\" kata dia.
Sehingga sejak Januari lalu masih banyak guru yang masih dipolisikan karena kesalahan-kesalahan sepele. Misalnya menghukum siswa dengan cara mencubit, memukul, atau membentak. Dia berharap praktek mempolisikan guru yang terlibat kasus-kasus seperti tadi tidak terjadi lagi tahun depan.
Menurut Sugito MoU itu harus segera bisa dijalankan. Caranya adalah dengan mempercepat pembahasan SOP penanganan pelanggaran kode etik guru antara PGRI dengan Mabes Polri. Dia mengatakan jika hari ini (19/11) tim dari PGRI akan bertemu tim dari Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri.
Dalam pertemuan ini, pihak PGRI mendesak supaya Polri segera menyetuji draft juknis penanganan guru yang bermasalah. Dengan demikian, jika ada guru yang melanggar kode etik tidak lagi dilaporkan wali murid kepada polisi. Sebaliknya akan dilaporkan ke Dewan Kehormatan Guru Indonesia (DKGI).
Sugito menuturkan, dalam draf SOP penanganan guru bermasalah itu harus bisa dijalankan polisi di seluruh tingkatan. Diantaranya mulai dari Polsek, Polres, hingga Polda maupun Mabes Polri. \"Jangan sampai hanya berlaku di tingkat mabes saja. Tetapi di Polsek polisinya masih menerima aduan guru bermasalah,\" tutur Sugito.
Meski belum ditetapkan, ada sejumlah opsi terkait juknis penanganan guru nakal. Diantaranya adalah, pihak kepolisian tetap bisa menerima laporan tetapi selanjutnya berkasnya dilimpahkan ke DKGI. Proses berikutnya akan digarap sendiri oleh DKGI hingga penjatuhan sanksi melalui sidang kode etik.
Skenario tadi dikecualikan untuk kejahatan yang diluar kode etik guru. Misalnya ada guru yang menggunakan narkoba, mencuri, atau membunuh. \"Yang diatur dalam MoU ini adalah pelanggaran kode etik. Bukan pidana umum,\" tegas Sugito. Jika ada guru yang melanggar pidana umum, PGRI mempersilahkan polisi memproses seperti pada umumnya.
Sosialisasi aturan guru tidak bisa dipolisikan gara-gara pelanggaran kode etik it uterus dijalankan. Sugito mengatakan untuk sementara yang sudah dibagikan ke seluruh guru di daerah masih MoU antara PGRI dengan Mabes Polri. Jika hari ini draf SOP penanganan bersama guru bermasalah bisa ditetapkan, maka secepatnya akan disampaikan ke seluruh anggota PGRI di daerah. \"Pihak polisi juga harus menyampaikan SOP itu ke jajarannya hingga polsek-polsek,\" jelas Sugito.
Dia menuturkan jika target penetapan SOP penanganan guru nakal ini bisa tuntas sebelum hari guru yang jatuh setiap 25 November. Jika rencanan ini berjalan, penanganan baru terhadap guru nakal bisa menjadi kado istimewa di hari guru ke 67 tahun ini. Masyarakat tidak bisa lagi seenaknya mempolisikan guru.
(wan)