8 Jurnalis Terluka, Mesir Optimistis Gencatan Segera Terwujud
GAZA CITY - Di sebuah kafetaria dalam suatu kompleks pompa bensin di Yad Mordechai -hanya beberapa kilometer dari wilayah perbatasan dengan Jalur Gaza- para tentara dengan santai menyantap pasta dan salad. Jet-jet tempur berseliweran di langit di atas mereka dan suara tembakan misil berkali-kali terdengar.
Tapi, sama sekali tak ada ketegangan di kafetaria itu. Seperti ditulis koran Inggris The Sunday Telegraph kemarin, piring-piring makanan tetap tandas, diselingi canda dan tawa para serdadu tersebut.
\"Saya kira sudah waktunya sekarang, semua persiapan telah kami lakukan,\" kata salah seorang di antara mereka dengan wajah rileks meski terlihat lelah.
\"Semua anggota tim saya sudah di sini. Semuanya rileks. Mereka semua orang baik dan mereka pergi ke Gaza tidak untuk membunuh orang, tapi demi melindungi keluarga,\" lanjut si tentara.
Ya, para tentara itu adalah bagian dari hampir 100 ribu tentara cadangan Israel yang telah dimobilisasi untuk melakukan serbuan darat ke Gaza. Berbagai perlengkapan tempur juga sudah dalam kondisi siaga tak jauh dari perbatasan dengan wilayah yang dikuasai Hamas sejak 2007 tersebut.
Dalam sidang kabinet di Tel Aviv kemarin, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pun kembali menegaskan kesiapan militer negaranya untuk memperluas operasi militer ke wilayah berpenduduk 1,7 juta jiwa itu. Netanyahu tak menyebutkan kapan persisnya serangan darat itu akan dilakukan. Tapi, sehari sebelumnya Wakil Menteri Luar Negeri Danny Ayalon menyatakan, serangan bakal dilakukan sebelum akhir pekan ini kalau Hamas masih terus menembakkan roket ke Israel.
Jika benar serangan darat itu dilakukan, jumlah korban jiwa di Gaza bisa dipastikan bakal berlipat-lipat. Dalam operasi Cast Lead empat tahun silam, saat Gaza juga digempur Israel dari udara dan darat dengan jumlah personel militer jauh lebih sedikit, korban tewas tercatat lebih dari 1.400 orang, mayoritas perempuan dan anak-anak.
Hingga Minggu (18/11), seperti dilansir Al Jazeera, sudah 49 orang di Hamas tewas \"13 orang di antara adalah mereka anak-anak dan delapan perempuan\" serta ratusan luka-luka akibat serbuan udara Israel yang dimulai Rabu sore lalu (14/11) dan disusul gempuran dari laut kemarin. Sedangkan, di kubu Israel, 3 tentara mereka tewas dan 15 luka, 10 di antaranya serdadu.
Di antara yang luka-luka di Gaza itu, delapan orang adalah jurnalis. Kemarin pagi pesawat-pesawat tempur Israel memang menembak hancur dua gedung di Gaza City yang menjadi markas sejumlah media.
Gedung pertama adalah Showa dan Housari yang menjadi kantor Al Quds TV, televisi yang diklaim Negeri Zionis itu sebagai alat propaganda Hamas. Enam jurnalis terluka. \"Salah seorang di antara mereka harus kehilangan kaki,\" kata Juru Bicara Menteri Kesehatan Hamas Ashraf Al Qudra kepada AFP.
Imad Efranji, direktur Al Quds TV, mengutuk serangan itu sebagai \"bentuk kejahatan baru terhadap media\". \"Mereka menyerang kami karena medialah yang memaksa Israel menghentikan pembantaian terhadap anak-anak dan warga sipil empat tahun silam,\" kata Efranji kepada AFP.
Gedung lain yang disasar misil Israel merupakan markas tiga media, yakni Sky News, Al-Arabiya, dan televisi resmi milik Hamas, Al-Aqsa. Menurut Qudra, serangan terhadap gedung itu mengakibatkan dua jurnalis terluka.
Misil Israel juga memorak-porandakan kamp pengungsi Bureij dan Jebalya. Seorang anak tewas dalam gempuran di Jebalya tersebut. Seorang bayi berusia 18 bulan juga meninggal di Bureij.
Serangan balik dari Gaza bukannya tidak ada. Kemarin pagi setidaknya delapan roket ditembakkan oleh para pejuang Hamas. Sebagian roket-roket itu diarahkan ke Tel Aviv. Tapi, IDF mengklaim, empat roket yang mengarah ke wilayah permukiman berhasil dilumpuhkan \"Kubah Besi\", sistem antirudal mereka.
Sedangkan, serangan dari laut mengarah ke kawasan pantai di utara Gaza. Kapal-kapal angkatan laut Israel yang berangkat dari Sderot melepaskan puluhan tembakan yang diklaim IDF mengaibatkan menurunnya kemampuan Hamas menembakkan roket.
Tapi, klaim IDF itu dibantah Juru Bicara Militer Hamas Abu Ubaida. \"Kami masih cukup kuat untuk menghancurkan musuh. Konfrontasi ini bukanlah yang terakhir melawan kaum Zionis, tapi justru baru tahap awal,\" tegas Ubaida sebagaimana dikutip Al Arabiya.
(ttg)