KEJUARAAN tarian naga Piala Persobarin III di atrium ITC Mega Grosir, Surabaya, kemarin berlangsung meriah. Sebanyak 18 peserta dari berbagai daerah berusaha menampilkan atraksi tarian naga atau liang-liong dengan tingkat kesulitan yang tinggi dan tingkat kesalahan yang seminimal mungkin.
Meski begitu, ada beberapa peserta yang terkesan grogi dan kurang siap beraksi di depan ratusan penonton yang memadati mal di kawasan Surabaya Utara itu.
“Kualitas peserta tahun ini rata-rata cukup memuaskan. Kita ingin ke depan lebih banyak lagi peserta dari daerah- daerah yang selama ini dikenal punya kualitas tinggi,” kata Chandra Wurianto, ketua Persatuan Seni dan Olahraga Indonesia (Persobarin) Jawa Timur.
Dari 18 peserta, enam di antaranya grup perempuan. Di awal kejuaraan, penonton sudah dibuat kagum saat melihat penampilan anakanak muda yang tergabung dalam Dragon Heart. Tampil penuh semangat, tim liangliong asal Bekasi ini menyuguhkan gerakan-gerakan sulit dan cepat.
Sayang, ada beberapa aspek teknis yang kurang dipatuhi sehingga nilainya dipotong juri. Tim lain yang tak kalah ciamik adalah Tjoe Hwio Kiong, Kediri. Atraksi grup liong unggulan ini berkali-kali mengundang decak kagum penonton.
Perolehan nilainya pun mencapai 8,5 atau di atasDragon Heart yang 8,2.
“Kita bisa lihat mana tim-tim yang melakukan persiapan dengan baik dan mana yang belum. Kalau latihannya baik dan benar, penonton pasti terpukau dengan tarian naga karena memang sangat menarik,” kata Chandra.
Menurut dia, kejuaraan barongsai berskala nasional ini sangat penting bagi sasana-sasana di seluruh Indonesia untuk mengukur kekuatan. “Kalau Cuma latihan tok, gak ikut kejuaraan, ya, sasana itu tidak akan berkembang,” kata Chandra.
Karena itu, meski tidak didukung sponsor yang kuat, Chandra dan kawan-kawan tetap menggelar kejuaraan tarian naga (liang-liong) dengan hadiah total Rp 30 juta itu. Chandra mengaku beruntung karena selama ini Persobarin mendapat dukungan penuh dari manajemen ITC Mega Grosir.
Dengan demikian, berbagai kejuaraan barongsai dan liang-liong bisa digelar di mal yang berlokasi di kawasan Surabaya Utara itu. “Kota-kota lain biasanya kesulitan mencari tempat kejuaraan karena belum tentu dapat dukungan dari pengelola mal atau plaza. Kalau harus menyewa gedung, sudah berapa uang yang dikeluarkan,” tukasnya.
Berbeda dengan cabang olahraga lain, menurut Chandra, barongsai dan liang-liong ini memiliki kekhasan karena punya kaitan erat dengan tradisi dan budaya Tionghoa. Sehingga, banyak pengusaha Tionghoa yang rela berkorban untuk menghidupi sasana-sasana barongsai dan liong di daerahnya masing-masing.
Mereka tak ingin seni dan olahraga asal Tiongkok ini hilang dari tanah air.
“Makanya, kalau kita adakan kejuaraan, grup-grup itu rela datang jauh-jauh ke
Surabaya dengan biaya sendiri. Kalaupun menang, biaya yang mereka keluarkan pasti tidak akan cukup untuk mengganti biaya akomodasi, transportasi, dan kebutuhan-kebutuhan para atletnya. Semangat berkorban inilah yang sangat saya banggakan,” katanya.
Dalam kejuaraan tarian naga untuk memeriahkan Hari Pahlawan ini, selain grup liang-liong asal Surabaya, juga tampil peserta asal Malang, Sidoarjo, Kediri, Blitar, Surakarta, Bogor, dan Bekasi. Chandra mengaku terharu karena saat ini liang-liong dan barongsai sudah dimainkan secara luas di masyarakat tanpa membeda-bedakan ras, etnis, agama, maupun golongan.