JAKARTA – Manajemen PT Asiatic Persada (AP) bakal mengadukan warga yang mengaku Suku Anak Dalam (SAD) Tanah Menang ke Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) terkait pendudukan lahan konsesi perkebunan sawit miliknya. Langkah itu ditempuh lantaran mediasi oleh perusahaan selama ini tidak ditanggapi. Selain itu, justru warga yang mengaku SAD dengan dimotori Serikat Tani Nasional (STN) dan Partai Rakyat Demokratik (PRD) mendiskreditkan perusahaan dengan memutarbalikkan fakta.
“Kami sudah sangat kooperatif menempuh jalur mediasi, namun yang terjadi malah ditolak dan mereka melakukan demo di Jakarta dengan menyebarkan berbagai isu. Padahal jika dilihat, justru kami yang menjadi korban. Karena di lapangan kami tidak bisa melakukan panen karena diintimidasi,” ujar Kepala Bina Mitra PT AP, M Syafe i di Jakarta, Rabu (28/11).
Pernyataan Syafe i ini terkait dengan demo kelompok SAD Tanah Menang yang sedang melakukan aksi di Jakarta. Mereka mengklaim 3.550 Ha tanah milik PT AP. Ironisnya di dalam lahan yang sudah berupa HGU itu ada 11 kelompok asli SAD dan yang mengatasnamakan SAD dan berebut diatas tanah itu. PT AP sendiri dua tahun lalu sudah melepas 1000 Ha tanah untuk SAD.
\"Kami akan lapor ke Komnas HAM, karena kami yang jadi korban dan kami juga akan lapor ke Kapolri,” kata Syafe i lagi.
Dijelaskannya, keberadaan SAD di lahan perkebunan sawit PT AP, bukan hanya murni warga SAD namun ada juga warga yang mengaku SAD tapi kalau diteliti lebih lanjut mereka adalah pendatang. Para pendatang tersebut di antaranya berasal dari Jawa, Sulawesi dan Sumatera Utara serta lainnya. “Mereka ini yang membikin resah di lapangan. Karenanya kami akan mendesak Komnas HAM untuk turun tangan sebab laporan kami ke aparat setempat hingga berkali-kali tidak ditanggapi,” katanya.
Menurutnya, terkait sengketa lahan seluas 1.029 hektare antara Suku Anak Dalam yang bermukim di Dusun Lama Pinang Tinggi Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari dengan PT AP sudah diselesaikan melalui jalur mediasi. Minggu lalu, mediasi yang sudah masuk pada tahap putaran keempat dan sesi kedua ini dilakukan di Jambi oleh tim gabungan yang terdiri dari Bank Dunia, Pemerintah Provinsi Jambi, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Muaro Jambi dan BPN.
“Orang-orang ini pintar, mereka mengaku warga SAD, sehingga dapat simpati. Padahal bukan, justru dengan orang-orang SAD, kita bisa bicara dan mediasi dengan baik-baik. Tapi oknum SAD ini justru merebut tanah dan bertindak kriminal,” kata Syafe i.
Agus Mulyana, mediator dari perwakilan Bank Dunia di Jambi mengatakan untuk menyelesaikan masalah sengketa lahan antara SAD dan PT AP, kedua belah pihak melakukan acara mediasi yang bisa memberikan solusi bagi kedua pihak dalam menyelesaikan masalah.
Dikatakannya, mediasi ini sudah masuk pada tahap putaran keempat dan sesi kedua yang sudah mulai menemukan titik terang dalam mengambil keputusan yang saling menguntungkan kedua pihak dalam sengketa lahan tersebut. Dari luas lahan yang disengketakan 1.029 hektare yang masuk dalam Hak Guna Usaha (HGU) PT AP, selama mediasi berjalan sudah ada kesepakatan yakni 258 hektare lahan dikembalikanoleh PT AP kepada warga SAD yang berada di Dusun Lama Pinang Tinggi, namun hasil perkebunannya buah kelapa sawitnya dikelola bersama, sedangkan lahannya oleh perusahaan itu menyewa dari warga dengan harga yang disepakati.
Kemudian yang menjadi masalah saat ini adalah lahan seluas 600 Ha yang sudah dibebaskan atau diganti rugi oleh PT AP kepada masyarakat, namun yang menerima uang penggantian tersebut bukanlah pemilik resminya.
“Dalam mediasi ini, untuk lahan seluas 600 Ha tersebut masih terus diupayakan mencari jalan terbaik, namun sebagai pihak mediator tidak bisa menahan keduanya untuk melaporkan kasus itu kejalur hukum. Karena dari PT AP sudah mengeluarkan ganti rugi, namun pihak Pinang Tinggi mengaku yang menerima bukan warganya karenanya perlu dilakukan upaya lebih lanjut agar jelas,\" kata Agus Mulyana.
Menurut Syafei, pihaknya sudah bisa menerima beberapa skema dari mediasi, diantaranya lahan 258 hektare tersebut diserahkan kepada warga namun buah sawitnya dikelola bersama dengan sistem PT AP menyewa lahan dari warga.
(esy/jpnn)