SEKRETARIS Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Reno Listyarti, menyatakan tak sepakat dengan rencana perubahan kurikulum baru tahun 2013 nanti. Menurutnya, daripada pemerintah sibuk dengan kurikulum, alangkah baiknya mengurus perbaikan kualitas guru saat ini.
\"Hasil survei yang dilakukan di 20 daerah, kualitas guru tidak pernah dibangun scara sungguh-sungguh. Sebanyak 62 persen tak pernah ikut pelatihan hingga mau masuk masa pensiun. Kemdikbud tidak pernah membangun kapasitas guru,\" ujar Retno di Jakarta, Rabu (5/12).
Apalagi selama ini, kata dia, Ujian Kompetensi Guru (UKG) yang menjadi salah satu patokan meningkatkan kualitas guru dinilai dilakukan asal-asalan oleh pemerintah.
\"Kami menemukan bahwa pemerintah tidak sungguh-sungguh meningkatkan kualitas guru. Sim salabim saja sangat tidak mungkin.
Hal serupa diungkapkan Romo Benny Susetyo, praktisi pendidikan dan tokoh agama. Ia mempertanyakan, apakah pemerintah sudah menyiapkan guru yang siap dengan kurikulum model baru tersebut. Ia sangsi pemerintah sudah melakukan itu.
\"Perubahan kurikulum juga butuh guru. Apa mampu disiapkan\" Para guru sudah punya ilmu masing-masing, kalau seperti itu apa artinya perubahan kurikulum. Perubahan harus terlebih dulu siapkan guru, ditingkatkan kualitas, riset dan uji coba. Tidak bisa langsung saja,\" kata Romo Benny.
Ia menilai rencana pemerintah terburu-buru tanpa pemikiran mendasar. Kata dia, pemerintah tak melakukan riset dan uji coba dulu sebelum berencana menjalankan perubahan. Uji publik saja, tuturnya, tak cukup.
\"Kalau mau tingkatkan dulu kualitas guru, evaluasi, mana kekurangan, tapi tidak mengubah total seperti ini. Harusnya mengubah dulu karakter guru dalam mengajar, sehingga anak-anak pun menikmati masa belajarnya,\" kata dia.
Selama ini, kata Romo Benny, pemerintah dan sekolah disibukkan dengan aturan tapi jarang memikirkan cara belajar siswa. Dimulai dengan guru. Lanjutnya, seharusnya guru selain mengajar, membimbing dan bisa menjadi teman bagi siswanya. Bukan sebagai trainer.
Anak pun, juga seharusnya mendapat waktu yang cukup untuk bermain dan belajar.
\"Kalau nanti jam belajarnya ditambah, bagaimana anak-anak. Mereka juga harus belajar dengan happy. Perbaiki hal-hal itu dulu. Jangan ditargetkan waktu. Jangan mengubah kurikulum seperti makan. Kalau bosan lalu ganti selera,\" tegasnya.
Terakhir, Romo Benny juga mengingatkan pemerintah, agar tidak menjadikan Jakarta tolak ukur untuk menjalankan perubahan kurikulum baru itu. Pemerintah harus melakukan riset ke wilayah lain di Indonesia, terutama pedalaman. Ini perlu untuk membandingkan, apakah perlu ada perubahan kurikulum.
\"Ini membuat terjadi disorientasi di segala bidang. Kembalikan dulu kualitas guru dan prasarana pendidikan. Harus dipikirkan matang bukan mendadak seperti ini. Harus melibatkan guru. Jangan juga ukurannya Jakarta, diukur juga di Papua dan pedalaman seperti apa,\" pungkas Romo Benny.
(flo/jpnn)