Yuk, Tata Pedagang Kaki Lima

Sabtu 08-12-2012,00:00 WIB

PERSOALAN pedagang kaki lima di Kota Jambi tak kunjung teratasi. Bahkan masalah ini terkesan berlarut-larut karena tak kunjung ada kebijakan yang tegas. Penyelesaian masalah jadi tarik-ulur. Sekejap ditertibkan, besok longgar lagi. Jika tak juga ada ketegasan dalam menyikapi

masalah ini, alamatlah Tanah Pilih Pesako Betuah ini akan semakin semrawut dan tata ruang yang kian tak tentu arah. Pokok permasalahannya sudah teramat jelas: pedagang kaki lima tidak boleh berjualan di arena publik seperti trotoar, lahan parkir apa lagi badan jalan. Mereka hanya bisa berdagang di tempat-tempat tertentu yang telah disediakan.

Ketika mereka baru muncul satu atau dua, tak pernah ada kebijakan yang tegas untuk menyuruh mereka pindah. Akibatnya, setelah mereka membuat koloni, tentu akan semakin susah menanggulanginya. Ya, berniaga memang hak warga negara. Tapi, ada aturannya sehingga ketika hak itu dipakai, ia tidak merampas hak-hak warga negara yang lain seperti memakai

trotoar dengan nyaman, lalu-lintas yang tertib dan lain sebagainya.

Solusinya pun sudah jelas: pedagang yang berjualan di daerah terlarang harus pindah.

Untuk itu, Pemkot harus membuat program yang terencana, tegas, dan konsisten. Misalnya,

dengan menyediakan sarana dan prasarana. Dengan demikian, pedagang merasa dibantu

dan bersedia untuk pindah.

Di negara semaju Amerika Serikat dan negara-negara Eropa pun tidak luput dari geliat PKL. Di Singapura, pemerintahnya melakukan pemberdayaan dan strategi penanggulangan pedagang kaki lima yang terbukti efektif dan terkordinir. Singapura diakui sebagai negara yang bersih dan jauh dari pedagang kaki lima liar. Pedagang kaki lima di sana mendapat perhatian khusus dari

pemerintahnya dan sangat terkoordinasi.

Pedagang kaki lima yang ditata dengan baik malah bisa menjadi kekuatan sebuah kota. Ini sudah dibuktikan oleh Malioboro di Jogjakarta dan Orchard Road di Singapura. Kaki lima di daerah ini malah mengharumkan nama negerinya dan bisa saling bersinergi dengan mal-mal yang tumbuh di sekitarnya. Di Seoul, Korea Selatan, pedagang kaki lima ditata dengan tertib di jantung ekonomi ibukota Negeri Ginseng tersebut. Para pedagang kaki lima dengan modal pas-pasan hingga peritel skala besar terlihat hidup berdampingan di sejumlah kawasan di Seoul. Para pedagang kaki lima menawarkan barang dagangannya dengan santun, bersih, dan rapi. Sementara peritel besar yang berada di gedung pertokoan juga tidak kalah ramai meski di depannya terdapat pedagang kaki lima menyemut.

Di Seoul, pengaturan PKL sangat tertib. Mereka juga diberikan akses berdagang di tempat strategis seperti di Myeongdong dan Junggu. Di pusat wisata belanja Myeongdong, pedagang kaki lima akan berdagang di tengah jalan di antara gerai toko yang menyediakan barang bermerek. Sementara di Junggu, pedagang kaki lima yang menjual bumbu dapur sekalipun ditempatkan di pedestrian yang luas, di antara gedung-gedung perkantoran internasional. Sebagai catatan, pedestrian dibuat sangat lebar dan nyaman untuk pejalan kaki. Pedagang kaki lima tidak terlihat sembarangan untuk berjualan. Di pasar tradisional terbesar di negeri K-Pop itu yakni Namdaemun Market yang berlokasi di pusat ibu kota Seoul, pedagang kaki lima juga

mendapat ruang yang besar.

Masih banyak ruang kosong di kota ini yang bisa dibangun menjadi kantong-kantong pedagang kaki lima. Dengan membangun kawasan baru, kenyamanan pedagang dan pembeli bisa dirancang sedemikian rupa. Tinggal masalahnya: kita ada niat baik dan kesungguhan atau tidak ? ***

 

Tags :
Kategori :

Terkait