Oleh: Prof. Dr. Mukhtar, MPd.
Pendidikan selalu menjadi sebuah sandaran pembangunan yang dapat mengangkat sector lain, karena soal pendidikan adalah vital bagi sebuah bangsa apalagi bangsa yang menyatakan dirinya sedang berbenah membangun citra bangsa agar sejajar dengan bangsa lain di dunia. Namun acapkali pula pendidikan dijadikan alat pencitraan politik yang terkadang membuat terpuruknya pendidikan itu sendiri, sehingga kehilangan makna dan hakikat dari fungsi untuk memperbaiki kualitas anak bangsa yang membutuhkan persaingan yang kian ketat di masa datang.
Daerah yang lebih mengedepankan pendidikan, akan lebih cepat terangkat baik secara nasional bahkan global. Apalagi jika daerah lebih peduli dengan sarana dan prasarana pendidikan, IT, SDM guru dengan kehandalan dan kesejahteraan yang diperdulikan, terlebih perhatian pada daerah terpencil dalam persamaan dan pemerataan menikmati pendidikan.
Hari ini tahun 2012, Jambi dari segi IT pendidikan sudah terbilang baik, hal ini diindikasikan dengan penghargaan yang diterima oleh Gubernur Jambi bidang pendidikan utamanya layanan IT ini, oleh Mendiknas beberapa waktu yang lalu, demikian juga dalam penyaluran dana BOS tergolong juga handal, walau daya serap dana pendidikan masih tergolong sangat lamban jauh di bawan standar daerah lainnya. Dari segi peringkat SDM yang dilaporkan Bapennas tahun 2010 berada pada peringkat 29 telah naik kelas diperingkat 23 pada tahun 2012, ini juga suatu torehan prestasi yang patut diacungkan jempol bagi pemerintahan HBA yang telah berumur lebih kurang 2 tahun. Masih terdapat sederet program pendidikanseperti bantuan pendidikan bagi siswa, S1, S2 dan S3, bagi masyarakat Jambi, yang terbilang cukup monumental walau masih dirasakan oleh segelintir orang masih belum tepat sasaran.
Catatan-catatan emas dibidang pendidikan ini masih sangat berbau rutinitas, belum menyentuh aspek fundamental yang benar-benar menjadi sebuah lompatan bagi pertumbuhan dan perkembangan pendidikan. Kita sudah lama tertinggal dengan daerah lainnya, dalam sector pendidikan baik menyangkut sarana prasarana maupun sumber daya manusianya, namun kalau usaha dan kebijakan yang digelontarkan masih dalam tataran normative, sudah barang jelas kita tetap saja berada dibelakang bayang keuksesan daerah lain yang telah lebih dahulu melangkah dengan berbagai keunggulan dan kemajuan. Sudah ada usaha strategis dan sungguh Jambi menuju pendidikan bermutu, dengan melahirkan Perda Nomor 4 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pendidikan di Provinsi Jambi, namun disayangkan perda ini belum dapat direalisasikan karena masih tersangkut alasan teknis dan birokrasi yang panjang, sehingga perda ini masih ditangguhkan pelaksanaannya, entah sampai kapan!
Pendidikan yang bermutu dapat dilihat dari dua kutub yang searah, satu sisi apakah outputnya berdaya dan sisi kedua apakah outcomenya bermanfaat. Keberdayaan output setidaknya dapat diukur dari hasil pendidikan kita seberapa besar dapat diterima diperguruan tinggi ternama, seberapa besar dapat diterima disekolah unggulan. Pertanyaan seputar kerbedayaan ini, amat sulit dijawab secara lantang, karena hal ini memang belum dapat dibuktikan dalam realita, contoh kecil saja Universitas Negeri Jambi yang notabene masih tergolong belum berkelas di nusantara, tetapi hanya mampu menyerap lulusan local Jambi secara kompetitif, hanya sekitar 10% saja sisanya dari lulusan luar Jambi.
Pada aspek kemanfaatan, sangat sulit SDM lulusan Jambi dapat bersaing dinegerinya sendiri, baik dalam hal melanjutkan pendidikan yang berkelas, lapangan kerja, kesempatan berkarya untuk negerinya sendiri, apalagi untuk mandiri. terlebih kondisi kemiskinan yang mendekati angka sekitar 18% dan pengangguran yang terbuka mendekati 40 ribu orang serta pengangguran laten yang mendekati 400 ribu orang, ini juga menjadi masalah serius dibidang sdm dan pendidikan, untuk berbenah.
Yang lebih ironis lagi, justru sumbangan pengangguran ini makin tinggi tingkat pendidikan makin tinggi angka menganggurnya, artinya belum searah antara jalur pendidikan dan jalur lapangan kerja, ketersediaan kerja dan kemandirian kerja. Ini harus menjadi pekerjaan rumah yang utama bagi pemerintah utamanya di sector pendidikan, sdm, ketenagakerjaan dan pemberdayaan masyarakat ditahun 2013 mendatang. Jika pekerjaan ini tidak selesai, tahun 2013 telah menunggu sedikitnya 25 ribu tenaga kerja baru yang tidak jelas mau kemana dan akan dikemanakan?
Menjawab masalah ini, sector informal dan non formal pendidikan yang bersinergi dengan semua lini sector SKPD yang lain secara terpadu dan terintegrasi, selain melirik perguruan tinggi sebagai leading sector pencerahan, pencakapan dan pemberdayaan untuk sdm pendidikan agar dapat menemukan jati dirinya kembali ke masyarakat dengan kemampuan, kemajuan dan kemandirian, adalah jalan yang dipandang strategis, daripada program yang parsial hanya sebagai unjuk kekuatan SKPD sebagai one man show tetapi tidak dibutuhkan oleh masyarakat dalam pelaksanaannya.
Tentu saja masyarakat menunggu lompatan-lompatan baru yang cerdas dan inovatif, sebagai problem solving dari keatifan pemerintah yang seyogjanya peduli dengan suara dan napas masyarakat, utamanya lompatan dibidang sdm dan pendidikan.
(Penulis adalah Praktisi dan Pengamat Pendidikan)