11 Tahun Berjuang jadikan Jambi Provinsi

Senin 07-01-2013,00:00 WIB

PERJUANGAN panjang untuk membuat Jambi, menjadi sebuah provinsi butuh waktu belasan tahun. Junaidi T Noor, sejarawan Jambi, kemarin (6/1) menceritakan sejarah terbentuknya Provinsi Jambi, kepada harian ini. 
\"Kita baru 11 tahun bisa menjadi Provinsi sendiri yang berdiri sendiri dan langsung garis koordinasinya kepada pemerintah pusat. Bayangkan, sejak merdeka sekitar 1946, kita baru bisa lepas dan menjadi provinsi sendiri, pada tahun 1957,\" kata Junaidi saat dihubungi, kemarin.
Dirinya menceritakan, sejak kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, maka dibentuklah komite nasional Indonesia untuk pembentukan provinsi. \"Waktu itu provinsi di Indonesia hanya 9, termasuk Sumatera. Nah, di sumatera ini wilayahnya juga ada 9 keresidenan (daerah pemerintahan, red). Yakni, Lampung, Bengkulu, Sumatera Selatan, Jambi, Sumatera Barat, Riau, Sumatra Timur, Aceh dan ada lagi,\" katanya.
Diterangkannya, pada tahun 1946, komite nasional se-Sumatera berkumpul di Bukit Tinggi. Saat itulah, katanya, timbul niat untuk membagi sumatera menjadi 3 sub Provinsi, yakni Sumatera Utara, Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan. \"itu ada syarat untuk dibagi, isinya itu 3 keresidenan. Bagi kita, karena ada hubungan kultural dan kedekatan dengan sumatera selatan, kita ingin masuk sana, seperti sekarang sumbagsel. Namun, saat rapat itu, Samsu Bahrun mewakili keresidenan Jambi, sebenarnya dalam rapat itu dia tidak setuju jika Jambi masuk sumatera tengah,\" ungkapnya.
\"Lalu terjadilah pembicaraan yang alot dan akhirnya dilakukan votting. Dalam votting itu kita kalah suara, maka kita masuk daerah sumatera tengah,\" terangnya.
Saat kembali ke Jambi, Samsu Bahrun, yang mewakili keresidenan Jambi, mengabarkan hal itu. Akan tetapi, masyarakat saat itu tak sepakat masuk ke bagian Sumatera Tengah. Masyarakat lebih cenderung masuk Sumatera Selatan. \"Akan tetapi, walau ada penolakan, namun tak tejadi gejolak karena kondisi saat itu zaman perang,\" sebutnya.
Baru, pada tahun 1955, disepakatilah oleh unsur pemuda, politik, masyarakat untuk membentuk Badan Kongres Rakyat Djambi (BKRD). \"Disana timbul aspirasi untuk supaya Jambi pisah. Yakni, berdiri sendiri, berjuang banyak benturan dan tantangan,\" sebutnya.

Kongres itu dihadiri pemuda, masyarakat yang hadir. Keputusan pembentukan itu, diputuskan tempat 6 Januari tahun 1957. \"Dalam rapat itu diputuskan pada tanggal 6 januari jam 2 malam. rapat ini dilaksanakan kongres di gedung perjuangan yang sekarang BKOW. Disana diputuskan, menyatakan keresidenan jambi lepas dari sumatera tengah, berkhubungan langsung dengan pusat. Lalu menunjuk residen jambi Djamin datuk bagindo sebagai pemangku residen, belum gubernur,\" sebutnya.
Sisa-sisa perjuangan itu, katanya, saat ini tak ada lagi. Yang masih ada, seperti gedung perjuangan yang kini menjadi gedung BKOW di kawasan Pasar, Jambi. \"Orang-orangnya tak ada lagi. Monumen tidak ada, hanya ada surat asli deklarasi itu masih disimpan sampai sekarang,\" katanya.
Setelah diputuskan pendirian Provinsi Jambi pada tanggal 6 Januari 1957, katanya, baru pada tanggal 8 februari 1957, keresidenan Jambi diakui dan diresmikan. Peresmian itu sendiri, dilakukan di rumah residen, yang menurut Junaidi, hingga saat ini masih berada di tempat yang sama. Yakni, rumah dinas yang ditempati Gubernur Jambi.
\"Yang meresmikan itu ketua dewan banteng. Namun saat itu, secara institusi kita belum keluar dengan keputusan undang-undang. Selanjutnya, berbagai pihak berusaha.  Baru pada 9 agustus 1957, keresidenan Jambi diakui dengan dibuatkannya Undang-Undang darurat nomor 19 tahun 1957 yang ditanda tangani Soekarno di Denpasar, Bali, sebagai residen Jambi yang kedudukannya sah dan lepas dari Sumatera Tengah dan jalur koodrinasi langsung ke pusat,\" tegasnya.
\"Namun masih dalam UU darurat. Baru pada tahun 1958, dibuat UU nomor 61 tahun 1958 menandakan sahnya Provinsi Jambi terbentuk dalam Undang-undang. Kita perlu 11 tahun, dari tahun 1946 hingga tahun 1957, baru kita lepas dengan UU darurat nomor 19 tahun 1957 itu,\" tambahnya.
Oleh karenanya, dirinya berharap, baik pemimpin provinsi Jambi dan masyarakat, untuk dapat menjaga apa yang telah diperjuangkan dahulu. \"Kita tahu dengan sejarahnya Jambi seperti apa, perjuangan kita dari pendiri Jambi yang berjuang sedemikian rupa membentuk Provinsi. Maka, tugas generasi saat ini untuk menjaga keutuhan itu. Jngan malah merusaknya,\" jelasnya.
Dalam UU darurat, tambahnya, keresidenan Jambi, dibagi kepada 2 Kabupaten, yakni Batanghari dan Merangin. \"Lalu terbagi juga dengan Kota Praja Jambi dan wilayah Kecamatan Kerinci Ulu, Kerinci Tengah dan kerinci Hilir. Baru pada tahun 1958, saat adanya undang-undang nomor 61 tahun 1958, baru lah, Kerinci dijadikan Kabupaten. Kemudian, baru sekarang mekar jadi 9 Kabupaten dan 2 kota,\" imbuhnya.
Pada tahun 1958, disebutkan Junaidi, terpilih H Hanafi sebagai residen (gubernur, red) Jambi. \"Saat itu sudah ada SK-nya. Namun, dia tak bisa dilantik karena dia ada kaitan politik, yaitu masyumi. Jadi masyumi saat itu dibubarkan oleh Soekarno. Makanya, dilakukan pemilihan ulang. Setelah dilakukan pemilihan ulang, maka dari itu terpilih Yusuf Singadikane sebagai Gubernur Jambi. Aturannya H Hanafi,\" tegasnya.
Diterangkannya juga, sejak kemerdekaan, residen pertama Jambi adalah dr Segaf Yahya. Lalu, diganti Raden Ibnu Kertopati. \"Kemudian Abu Hasan, Husin Kuau, R Sujono, sampai Djamin Datuk Bagindo, baru Yusuf Singadikane, Manaf, Jamaludin, Edi Sabara, Maschun Sofwan, Abdur Rahman sayoeti, Sudarsono, Zulkifli Nurdin, baru HBA,\" sebutnya.
\"Harapan saya sejarah tak dilupakan, yaitu sejarah memperjuangkan Provinsi itu panjang, butuh 11 tahun. Apalagi pendiri tak ada lagi, tentu dia bahagia lihat provinsi ini terus berkembang,\" pungkasnya.

(wsn)

Tags :
Kategori :

Terkait