“Akibat sekolah di Jawa khususnya, sehingga ini dihapuskan. Padahal, program ini sangat baik sekali. Contohnya saja, dulu di SMPN 7 kami tak memiliki guru S2 sebelum RSBI, namun sekarang sudah ada 6 orang. Lalu, dulu guru tak bisa menggunakan perangkat IT. Sekarang dengan adanya tuntutan RSBI, guru sudah bsia mengoperasikan IT,” katanya menjelaskan positifnya dari RSBI ini.
Akan tetapi, katanya, dengan peningkatan itu semua, memang biaya operasional membengkak. Hal ini yang saat ini menimbulkan kegalauan dari pihak sekolah. Dicontohkannya, seperti untuk membayar listrik saja, dengan fasilitas yang dimiliki saat ini oleh SMPN 7, dalam satu bulan bisa menghabiskan lebih kurang Rp 15 juta untuk membayar listrik.
“Ini kan salah satu dampak yang serius. Bagaimana setelah tak ada lagi RSBI. Sebelumnya, biaya ini ada dana dari pusat untuk sekolah RSBI. Ini harus dipikirkan lagi. Namun, keputusan MK ini tetap harus dijalankan. Kami menunggu saja petunjuk dari pusat,” tukasnya.
Sementara itu, Nanang Sunarya, Kepala SMPN 1 Kota Jambi dalam kesempatan yang sama mengutarakan, dengan dicabutnya pasal 50 Undang-undang sistim pendidikan nasional, memberikan efek kepada keberlangsungan sekolah.
“Respons dari orang tua dengan pemutusan RSBI ini sangat besar. Dengan dihapuskannya RSBI ini, tentu yang ada dibenak orang tua, semua kewajiban pembayaran dihapuskan. Atau bsia dikatakan, tak ada lagi pungutan. Sementara biaya operasional tinggi,” ungkapnya.
Menanggapi hal itu, kata Nanang, pembayaran untuk Januari ini, Nanang mengatakan, sudah ditiadakan oleh pihak sekolah. “Per 10 Januari lalu sudah diputuskan, semua pungutan dihapus. Untuk yang sudah membayar di Januari, kami akan kembalikan,” tegasnya.
Akan tetapi, pihaknya mengaku, memiliki program lain untuk peningkatan mutu. “Kami ada program dan akan kami tawarkan kepada orang tua. Bagi yang berminat bisa dilanjutkan, yang tidak juga tak apa-apa. Tapi memang waktu pelajaran sudah berkurang. Biasanya anak-anak belajar sampai pukul 17.00 WIB, saat ini pukul 13.30 sudah pulang,” tukasnya.
Sementara Kepala SMA Titian teras, Edi Purwata, menjelaskan, pihaknya tetap akan berkomitmen kepada mutu pendidikan. “Kami akan terus berjalan meningkatkan mutu walau dengan dana yang berasal dari orang tua murid atau dari Pemda,” katanya.
Untuk diketahui, SMA Titian Teras sendiri merupakan sekolah milik Pemda Provinsi Jambi. Oleh karenanya, SMA TT masih mendapatkan subsidi dari Pemda. “Output kita tetap harus berkualitas,” ujarnya.
Sementara Miyanto, Kepala SMKN 2 Kota Jambi menerangkan hal yang nyaris sama. Menurutnya, pihak SMKN 2 tak terpengaruh terhadap penghapusan RSBI tersebut. “Kami bisa membiayai semuanya dengan dana uang unit produksi yang ada di sekolah. Selama ini, semua berjalan dengan lancar. Sebelum RSBI, kami sudah punya 8 guru S2 yang mandiri. Untuk IT kami tingkatkan juga, one man one laptop sudah dilakukan. Semua dengan uang unit produksi yang ada,” pungkasnya.
(wsn/arm)