JAMBI - Dalam forum ekonomi dunia di Jenewa Swiss bebrapa waktu lalu, analisis Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra H. Prabowo Subianto mendapat perhatian luas dikalangan para ekonom, pemimpin lembaga internasional seperti Bank Dunia, IMF, Uni Eropa termasuk dari pimpinan Bank Central Amerika Serikat, Jepang dan sebagainya.
Pidato tersebut berisi pandangan beliau tentang pembangunan ekonomi masyarakat diberbagai lapisan pada beberapa Negara berkembang termasuk Indonesia. Pandangan ini merupakan keprihatinan Partai Gerindra tentang realita lahirnya kelompok ekonomi menengah yang menguasai 92 persen sumber daya ekonomi nasional. Dalam konteks local dibanyak kabupaten / kota penguasaan lahan dan areal tambang oleh pemilik modal telah memperlebar jurang ekonomi antara masyarakat.
Senada dengan pemikiran Prabowo Subianto tersebut Ketua DPD Gerindra Provinsi Jambi Ir. H. A. R. Sutan Adil Hendra MM memberikan contoh kasus penguasaan izin kuasa pertambangan (KP) batubara disatu kabupaten di Kalimantan Selatan. Hampirr 93 persen wilayahnya merupakan areal kuasa pertambangan yang diberikan pada satu orang pengusaha. Sehingga dimana letak keadilan bagi masyarakat local, dampak kebijakan yang tak pro rakyat inilah yang ditentang Partai Gerindra melalui konsep ekonomi kerakyatan secara adil dan merata.
“Maka manifesto ekonomi Gerindra adalah memperkuat ekonomi local yang bersumber pada potensi sumber daya alam daerah. Wilayah yang kaya akan batubara maka masyarakat local harus ikut mengelola dan menikmati potensi tersebut, jangan mereka jadi penonton dari acara makan besar segelintir orang,” katanya.
Menurut kajian CSIS di beberapa tempat yang merupakan areal perkebunan atau tambang, perikehidupan masyarakat menjadi lebih timpang antara warga local dan pekerja. Biaya hidup lebih tinggi dan terjadi penurunan kearifan local masyarakat.
Hal ini dikarenakan alokasi kesempatan diberikan pengusaha yang berusaha di daerah mereka tak memadai dengan dampak social yang harus mereka tanggung. Maka dalam ceramah diforum tersebut Prabowo menawarkan solusi untuk merubah UU investasi yang lebih berpihak pada masyarakat melalui pola kemitraan koprasi di daerah investasi.
“Dalam regulasinya setiap investor wajib memberikan dana CSR sebesar 20 persen laba kepada koperasi local yang membina tiap kelompok masyarakat desa ditiap areal usaha perusahaan. Karena selama ini dana CSR perusahaan hanya memberi bantuan insendentil tanpa ada keterpaduan program antara pemerintah dan swasta,” tandasnya.
(cas/adv)