JAKARTA - Setelah melalui proses penyelidikan sejak tahun lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai tersangka. Mantan anggota DPR tersebut disangka menerima suap terkait dengan proses perencanaan dan pelaksanaan proyek Hambalang.
Selain proyek Hambalang, dugaan penerimaan gratifikasi oleh mantan Ketua Umum PB Himpunan Mahasiswa Islam tersebut juga dikaitkan dengan proyek yang lain. Belum ada penjelasan dari KPK mengenai proyek lain tersebut. Namun KPK memastikan sangkaan tersebut juga dilakukan untuk mengembangkan kasus. \"Ini untuk mengembangkan kasus Hambalang,\" kata Juru Bicara KPK Johan Budi S.P dalam jumpa pers di kantornya kemarin.
Penetapan Anas sebagai tersangka dilakukan setelah KPK menghelat gelar perkara yang dihadiri pimpinan dan satuan tugas yang menyelidiki kasus tersebut. Gelar perkara juga telah beberapa kali dilakukan sebelumnya. Johan mengatakan, surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) atas nama anas ditandatangani Ketua Satgas dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto selaku penyidik.
Sprindik tersebut diterbitkan setelah draf-nya diparaf seluruh pimpinan. \"Semua pimpinan sepakat AU (Anas Urbaningrum) ditetapkan sebagai tersangka,\" katanya. Anas disangka melanggar pasal 12a atau b atau pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Bersamaan dengan penetapan tersangka, KPK juga mengajukan permintaan cegah kepada Ditjen Imigrasi Kementrian Hukum dan HAM atas nama Anas. Sejak kemarin hingga enam bulan ke depan, Anas dilarang meninggalkan tanah air.
Sejumlah konsekuensi hukum dari status tersangka juga menanti Anas. KPK bergegas melacak aset-aset yang dimiliki suami Athiyah Laila tersebut. \"Yang dilakukan KPK adalah meminta PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) untuk menelusuri apakah ada transaksi-transaksi\" mencurigakan yang dilakukan oleh tersangka,\" ujarnya.
Anas terseret dugaan penerimaan mobil Toyota Harrier, yang dananya diduga dari PT Adhi Karya Tbk, perusahaan negara yang memenangi tender proyek Hambalang.
Mobil tersebut dibeli dari diler PT Duta Motor, Pecenongan, Jakarta Pusat, pada 12 September 2009. Nilai pembeliannya Rp 670 juta. Pembelian dilakukan atas perintah bos Grup Permai M. Nazaruddin dengan cek senilai Rp 520 juta. Sedangkan sisanya dilunasi dengan tunai.
Mengenai pihak yang akan disangka berperan memberikan suap, menurut Johan, baru akan ditetapkan kemudian. \"Tersangka pemberi suap biasa ditetapkan kemudian,\" ujarnya.
KPK saat ini juga sudah menyidik kasus korupsi dalam proses pengadaan, dengan tersangka mantan Menpora Andi Mallarangeng dan mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar. Dalam proses perencanaan proyek itu, nama Anas terseret dugaan mengintervensi proses sertifikasi lahan Hambalang. Ignatius Mulyono mengaku pernah diperintah Anas untuk menghubungi Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) kala itu, Joyo Winoto, untuk membereskan sertifikat tanah Hambalang. Ignatius adalah anggota Fraksi Partai Demokrat di komisi pemerintahan DPR yang merupakan mitra kerja BPN.
Johan kembali menegaskan penanganan kasus Anas tidak terkait dengan dinamika politik di Partai Demokrat. Sangkaan terhadap Anas dilakukan berdasarkan dua alat bukti cukup yang dikantongi KPK. \"Ini bukan karena pesanan, bukan karena intervensi,\" ujar Johan.
Anas Harus Mundur
Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Demokrat, Max Sopacua mengatakan Anas Urbaningrum harus melepas jabatannya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Hal itu merupakan konsekuensi adanya penandatangan Pakta Integritas partai berlambang Mercy tersebut.
\"Pakta Integritas tidak bisa diganggu gugat. Anas menandatanganinya dan itu (mundur dari jabatannya, red) merupakan sebuah konsekuensi,\" kata Max saat dihubungi JPNN, Jumat (22/2).
Namun demikian Max mengaku belum tahu siapa yang akan menggantikan Anas jika dia mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum. Dia hanya bisa memastikan bahwa Demokrat berada di bawah kendali Majelis Tinggi.