Ditelantarkan, Pasien Miskin Wafat

Kamis 28-02-2013,00:00 WIB

\"Tak semua kasus meninggal dilaporkan. Jika tak spesifik tak dilaporkan. Kalau ada masalah spesifik yang menyebabkan meninggalnya pasien, baru dilaporkan. Kalau pasien meninggal sementara perawat sudah melakukan tindakan sesuai standar, ya mau diapakan lagi. Kan tak mungkin pasien tak boleh meninggal,\" ujarnya.

Secara lebih terperinci, dirinya mengaku belum bisa memberikan komentar. Sebab, dia menyebut, bahwa dirinya belum mendengar laporan mengenai kasus meninggalnya pasien ini.

\"Saya belum tahu persoalannya. Saya tak bisa katanya-katanya. Ini harus pasti persoalannya. Sebab, penilaian sisi pasien kan beda dengan dokter. Seperti kasus sebelumnya, kata pasien dibiarkan, kata dokter kan distabilkan. Nah itu kan berbeda. Saya belum dilaporkan, banyak meninggal tak semua dilaporkan. Kalau sudah sesuai prosedur tapi meninggal itu tak dilaporkan,\" ujarnya.

Ditanya soal pengakuan orang tua balita berumur 3 tahun yang menyebut balita itu tak mendapatkan obat sehingga menyebabkan kematian, Djarizal membantah. \"Sepanjang soal obat saya rasa tak ada masalah. Walau dia pasien Jamkesda tetap dilayani,\" ujarnya.

Balita penderita meningstis (infeksi selaput otak, red) memang ketika dirujuk ke RSUD RM belum melengkapi administrasi yang menunjukkan dia sebagai pasien jamkesda.

\"Dia sudah 8 hari dirawat. Saya rasa tak mungkin begitu (tak diberi obat, red). Biasanya pasien jamkesda diberikan kesempatan kepada keluarga 3 x 24 jam untuk melengkapi administrasi,\" ungkapnya.

Lebih lanjut dijelaskannya, kalau menyangkut nyawa pasien, harusnya diberikan obat dan diberi tindakan medis terlebih dahulu. Walau administrasi belum dilengkapi.

 \"Kalau menyangkut live saving atau nyawanya tak mungkin tak dilayani. Harusnya tak boleh tak melayani pasien seperti itu. Namun keluarganya 3x 24 jam harus melengkapi administrasinya, itu perjanjiannya. Kita kan ikut aturan yang ada,\" sebutnya.

\"Kalau memerlukan obat dan ini menyangkut nyawa, itu rumah sakit harus layani. Tak boleh ditunda-tunda. Masak hidup orang ditunda-tunda. Tapi dengan catatan, keluarganya harus lengkapi administrasi untuk jamkesdanya. Karena ini uang negara yang mau dipakai kan,\" sambungnya.

 

Oleh karenanya, dia membantah jika menelantarkan pasien jamkesda itu. \"Kalau soal pasien Jamkesda seperti ini, sebenarnya kita tak bersalah. Rumah sakit tak membedakan perawatan, sepanjang administrasinya lengkap. Dimana pun dunia ini tak akan melayani kalau tak lengkap,\" ungkapnya.

Ditanya, seberapa penting obat harusnya diberikan kepada pasien yang menderita meningitis ini? Dirinya mengatakan, urgensinya sangat tinggi. \"Resikonya besar untuk membuat pasien meninggal. Penyakit ini termasuk besar. Itu kan selaput otak (meningitis, red). Harusnya diobati dulu, itu pasti. Dimana pun dokter yang menangani harusnya dioperasi,\" tukasnya.

Ditanya kembali mengenai kasus balita yang meninggal ini, Djarizal enggan memberikan banyak komentar. \"Jelasnya kasus ini saya tak tahu persoalannya. Jadi saya belum bisa komentari,\" pungkasnya.

Untuk diketahui, selama kurun waktu kurang lebih 2 bulan terakhir, ada sebanyak 3 laporan meninggalnya balita di RSUD RM karena lambannya penanganan. Kejadian pertama menimpa Angga Tiara Dufika (19) yang meninggal bersama bayi yang masih berada di dalam rahimnya. Kejadian ini terjadi sekitar pertengahan Januari lalu.

Pihak rumah sakit sebelumnya mengatakan, soal kasus Angga ini, memang almarhumah Angga sulit untuk diselamatkan. Pasalnya, Angga disebutkan pihak rumah sakit terkena eklamsi (keracunan kehamilan, red). Penyakit ini memang sulit disembuhkan jika sudah menyerang ibu yang tengah hamil.

Kejadian kedua masih hangat di dalam ingatan, bahwa bayi salah seorang penderita ODHA juga meninggal dunia karena ditangani dengan tak semestinya penanganan untuk pasien ODHA. Hal ini menimbulkan trauma kepada penderita ODHA lainnya yang tengah hamil. Informasi yang didapat, saat ini setidaknya ada dua orang ODHA yang tengah hamil.

Tags :
Kategori :

Terkait