Fenomena Titip Absen

Kamis 28-02-2013,00:00 WIB
Oleh:

Oleh : Riswan

                Tolong absenkan nantinya, pinta seorang mahasiswa kepada teman, karena tidak bisa masuk kuliah hari ini, demikian lebih kurang ucapan seorang mahasiswa kepada teman,           Titip menitip absen ternyata tidak hanya berlaku di kalangan mahasiswa saja. Hampir setiap instansi pemerintah dan swasta bahkan lembaga parlemen DPR hal ini juga terjadi, masing-masing tentu memiliki motif dan tujuan yang berbeda.

Berbagai cara dilakukan pengambil kebijakan untuk mengatasi absen aspal ini, mulai dari yang sederhana sampai menggunakan teknologi seperti Fingerspot berupa sidik jari, namum absen aspal tetap terjadi, penggunaan teknologi dalam absensi menunjukan bahwa absen tersebut sangat penting sekali, tidak sekedar mengetahui apakah seorang tersebut ada atau tidak, hal ini mendeskripsi bentuk tanggungjawab seseorang terhadap pekerjaannya, ketidak hadiran seseorang dalam pekerjannya akan mempengaruhi pekerjaan orang lain.

Penggunaan teknologi diharapkan absen aspal tidak akan terjadi, namum realnya hal itu masih tetap terjadi, perilaku hacker ternyata juga dilakukan oleh person untuk menerobos sistem absen finger print ini, kepetingan pribadi, tidak adanya follo up terhadap kehadiran yang rajin dengan tidak rajin juga mendorong seseorang untuk melakukan itu.

Baru-baru ini terjadi kasus absen di DPR yang cukup fenomena dan menjadi deadline di beberapa media, mungkin karena yang bersangkutan  anak presiden, partai yang diwakilinya mengalami penurunan elektebilitas atas beberapa kasus korupsi yang melanda anggota partai, mekanisme absensi yang dilakukannya tidak seperti biasa seperti dilakukan anggota DPR lainnya, melakukan absensi langsung di meja depan pintu masuk sidan paripurna,  pertanyaannya apakah kasus serupa bisa menjadi fenomena, jika hal tersebut dilakukan bukan anak presiden, fakta menyatan dari 560 orang anggota DPR, hanya dihadiri 327 orang pada sidang paripurna dimana saat itu Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas terekam kamera,  hendaknya penilaian itu tidak berlaku subjektivitas, suka atau tidak suka.

Siapapun itu pelaku absen aspal sudah masuk ke perilaku kurang terpuji, orang selalu berusaha mencari titik kelemahan dari sistem yang dirancang untuk menghindari sanksi yang akan diberlakukan, ini dianggap suatu pembenaran yang legal untuk dilakukan, menjadi alibi untuk diperdebatkan mengenai kehadiran, lihat itukan tanda tanda tangan saya, padahal setelah tanda tangan orangnya etah pergi kemana.

Lemahnya sanksi yang diberlakukan kepada pelaku absen aspal, membuat orang cenderung akan melanggar aturan-aturan yang diberlakukan, sanksi yang dibuat hanya diatas kertas tanpa pernah diaplikasikan, aturan absensi hanya berisikan sanksi bagi yang tidak absen tetapi tidak pernah berisikan aturan mengenai reword kepada yang selalu hadir, bahkan bekerja tanpa mengenal waktu dari seharusnya.

Sebagian aturan absensi yang ada sekarang, hanya membuat sanksi pengurangan atau pemotongan materi dari imbalan pekerjaan yang dilakukannya, sanksi ini membuat orang takut kekurangaan materi, bukan takut karena kesadaran dan tanggung jawab terhadap jabatan dan posisi dirinya, bayangkan jika keputusan itu harus diambil berdasarkan persentasi kehadiran, tentu ini akan menjadi masalah yang besar.

Tidak adanya perbedaan segnifikan antara yang rajin dengan sering bolos, juga telah menjadi seseorang bersikap apatis terhadap absensi, orang berpikir hadir atau tidak sama saja yang penting honor, sudah sebegitunya parahnya kepedulian kita terhadap yang namanya absensi, seakan-akan maindset kita sudah terkontaminasi dengan ukuran materi semata.

Denga munculnya kasus absensi ini ke publik dan ramai dibicarakan orang, ini bisa dikatakan akumulasi dari perbuatan yang sudah cukup lama terjadi, lihat pada sidang-sidang paripurna atau pertanggungjawab jabatan seorang pejabat, banyak sekali kursi-kursi yang disediakan kosong ,  dan selama itu pula kasus ini kurang di ekspos oleh media,  ketidak hadiran dianggap biasa, sebenarnya ada nilai sosial dari penggolahan data kehadiran ini.

Ketidak hadiran seseorang yang disertai pemberitahuan melalui media surat, email, sms atau telp yang memastikan ketidak hadirannya karena sakit, izin, dll, akan menjadi silahturahim untuk saling mengunjungi atau membantu pekerjaan yang untuk sementara beban tanggung jawabnya diambil alih teman sepekerja.

Jika budaya pemberitahuan ketidak hadiran ini dilakukan setiap aktivitas pekerjaanya, maka akan muncul suasana akademis dilingkungan pekerjaan, empati terhadap teman, ketidak hadiran rekan dalam pekerjaan menjadi ada yang kurang dalam dalam pekerjaan selaku team work.

Hampir semua pekerjaan itu bersifat team work, pekerjaan individual yang dilakukan hanyalah sebagian beban yang ditugas kepada kita, pada inti itu bagian dari sesuatu yang lebih besar dari sebuah sistem yang terintegrasi satu dengan lainnya. Mari kita jadi kehadiran itu bagian dari pekerjaan untuk mengsukseskan pekerjaan orang lain untuk memberikan layanan yang paripurna.

*** Dosen STMIK Nurdin Hamzah *** 

Tags :
Kategori :

Terkait