Terkait Lepasnya Pulau Berhala
JAMBI- Laskar Melayu Jambi (Lamaja) kemarin melakukan aksi untuk mempertanyakan kekalahan Pemprov Jambi dalam upaya mempertahankan status kepemilikan Pulau Berhala.
Mereka meminta agar Pemerintah Provinsi Jambi, yakni dengan Gubernur Hasan Basri Agus, DPRD Provinsi Jambi, mantan Gubernur Jambi, Zulkfli Nurdin, Bupati Tanjung Jabung Timur, Zumi Zola serta lembaga adat menjelaskan kepada masyarakat adat melayu Jambi penyebab kekalahan itu dalam sidang paripurna khusus. “Minta maaf langsung kepada masyarakat adat melayu Jambi. Langsung mengucapkan, jangan hanya lewat media,” kata Sekretaris DPP Lamaja, Aswan Hidayat.
Dia menerangkan, dalam kekalahan ini, pihaknya tak mencari siapa yang salah dalam persoalan ini. “Kita tak mau saling menyalahkan. Kita mempertanyakan kenapa bisa kalah. Ini salah semuanya. Kita hormati keputusan MK. Namun apakah sudah sesuai putusan itu. Dalam UU itu jelas ada hukum normatif dan hukum adat. Itu jelas dan diakui di dalam UU bahwa ada hukum adat. Bukan hanya hukum normatif,” ungkapnya usai diadakan audiensi yang dilakukan di ruang rapat Sekda Provinsi Jambi.
Dalam kesempatan ini, mereka ditemui oleh Khailani, Asisten I Setda Provinsi Jambi. Aswan dalam kesempatan itu juga mengemukakan kekecewaannya terhadap lembaga adat yang tak kunjung memberikan sikap pasca kekalahan ini. “Lembaga adat juga tak ada berbuat. Untuk apa orang adat. Cuma bisa seloko dan beri gelar adat untuk orang saja. Untuk apa ada lembaga adat. Sampai hari ke 12, tidak ada tanggapan lembaga adat. Apakah lembaga adat mau lepas tangan. Untuk apa ada mereka kalau begitu,” ucapnya.
Dikatakannya, dalam sengekta itu selama ini, masyarakat adat melayu Jambi tak pernah dilibatkan. Padahal, urusan pulau berhala ini bersinggungan langsung dengan hal adat. Pasalnya, di pulau itu lah terkubur Raja Jambi, Datuk Paduko Berhalo. “Keturunannya ada, namun tak pernah dilibatkan. Makanya kita minta digelar paripurna, jelaskan apa yang sudah dilakukan. Apa yang kita buat selama ini. Kami sampai mati tidak ikhlas pulau ini lepas. Minta maaf melalui sidang resmi di DPRD,” ungkapnya.
Dia juga menyayangkan Pemprov yang mempercayakan kasus ini ditangani pengacara dari Jakarta. Sebab, tentu pengacara itu tak punya kepentingan apa-apa dengan Pulau ini. “Apa hubungan emosionalnya. Mereka hanya cari uang,” keluhnya.
Sementara itu, salah satu anggota Lamaja yang juga ada dalam pertemuan itu, Kemas Uzer mengatakan, persoalan pulau berhala adalah persoalan marwah Jambi. Menurutnya, Jambi memiliki adat beserta hukumnya yang perlu diperjuangkan. Dalam menghadapi kasus ini, sambungnya, harusnya Pemprov bersatu. Selain itu, dia juga meyayangkan persoalan Berhala ini sudah disangkut pautkan dengan urusan politik.
“Jangan dialihkan ke soal politik. Kalau begitu semua, hancur Jambi ni. Jangan kaitkan dengan politik dan jabatan. Kami ini sekolah tak tinggi mungkin, namun kita harusnya bergabung dan bersatu berjuang. Selama ini keturunan raja Jambi tak pernah diajak. Mungkin takut jatahnya diambil oleh kami,” keluhnya dalam pertemuan yang disaksikan langsung asisten I itu.
“Kami keturunan, darah pahlawan Jambi mengalir di diri kami. Kami akan turun ke lapangan. Kami tak akan mundur. Kami siap maju. Siapa yang menentang. Rajo salim kami sanggah, rajo alim kami sembah,”sambungnya.
Salah seorang anggota lamaja lainnya juga mengatakan hal yang sama. Dia juga mempertanyakan lepasnya pulau berhala ini. Persoalan berhala, menurut lelaki yang sudah tua ini, sejak dulu sampai sekarang selalu menjadi kejutan. Dikatakannya, sengketa berhala ini sudah dilalui 7 gubernur yang memimpin Jambi.
Disebutkannya, mulai dari era Yusuf singadikane, Jamaludin Tambunan, Ahmad Dibrata, Mascjun Sofwan, Abdurrahman Sayuti, Zulkifli Nurdin pulau itu tetap bertahan menjadi milik Jambi. “Kami terkejut sekali, kenapa pada era HBA ini, kok tiba-tiba lepas. Ini jadi kejutan,” katanya.
Disebutkannya, di pulau berhala adalah tempat bersemayamnya Datuk Paduko Berhalo yang merupakan raja Jambi. “Kalau dalam peta adat, pulau berhala itu punya kita. Yang diharapkan oleh kami, pulau itu tetap dipertahankan. Yang kusut harus diselesaikan. Hidup berakal, mati beriman. Pulau ini dipertahankan. Ketua lembaga adat harusnya juga bertindak. Dalam waktu dekat kami mau dengar kabarnya apa yang dilakukan. Jangan diam saja tanpa tindakan seperti sekarang ini,” tegas lelaki ini.
Sementara itu, Khailani, Asisten I Setda Provinsi Jambi mengatakan, dia akan melaporkan hasil pertemuan itu langsung kepada Gubernur Jambi, Hasan Basri Agus. “Akan dibahas lebih mendalam untuk menyatukan sikap menindak lanjuti aspirasi masyarakat adat melayu ini. Disamping itu, permasalahan ini memang sudah sudah lama,” katanya.
Dikesempatan itu, dirinya mengkilas balik mulai munculnya sengketa pulau berhala ini. Menurut dia, persoalan pulau berhala mulai diangkat dan dibahas secara intensif sejak 1982 lalu. Masa itu adalah masa kepemimpinan Macjun Sofwan dan mulai membahasnya bersama Provinsi Riau.