Quick Count, Gatot Menang

Jumat 08-03-2013,00:00 WIB

JAKARTA - Sejumlah perhitungan cepat (quick count) pilgub Sumut yang dilakukan sejumlah lembaga kemarin, menempatkan Gatot Pujo Nugroho-Tengku Erry Nuradi sebagai pemenang.

Meski masih harus menunggu perhitungan resmi oleh KPU Sumut, namun hampir bisa dipastikan, Tengku Erry bakal meninggalkan jabatannya sebagai bupati Serdang Bedagai (Sergai). Selanjutnya, Wakil Bupati Sergai, Soekirman, akan naik posisi sebagai bupati, menggantikan Erry.

\"Pasangan Gus Irawan-Soekirman kalah, tapi Soekirman menang. Karena Tengku Erry akan jadi wagub, Soekirman jadi bupati,\" ujar anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Sumut, Darmayanti Lubis, saat tampil sebagai pembahas hasil quick count MetroTV-IndoBarometer, kemarin.

Hasil quick count MetroTV-IndoBarometer, tatkala suara yang masuk masih mencapai 94,86 persen, Gatot-Erry meraih 32,74 persen suara, Effendi Simbolon 24,19 persen, Gus Irawan-Soekirman 21,84 persen, Amri Tambunan-RE Nainggolan 11,94 persen, dan di urutan buncit Chairuman Harahap-Fadli Nurzal dengan 9,79 persen suara.

Versi Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis), urutan juga sama, hanya beda angka yang tipis. Lembaga Survei Indonesia (LSI) juga menggelar perhitungan cepat, di mana tiga besarnya juga Gatot-Erry, Effendi-Djumiran, dan Gus Irawan-Soekirman.

Pengamat politik dari IndoBarometer, M Qodari, menjelaskan, kemenangan Gatot-Erry ini tidak mengejutkan. Karena berdasar hasil sejumlah survei sebelumnya, pasangan ini selalu menempati posisi teratas.

Yang mengejutkan, lanjutnya, justru pasangan Effendi-Djumiran. Hal ini kemungkinan dipengaruhi faktor keagamaan, dimana Effendi merupakan satu-satunya cagub Kristen. Memang ada juga RE Nainggolan yang juga Kristen, namun kata Qodari, pemilih lebih melihat cagubnya, bukan cawagub.

Faktor lain yang mendongkrak jagonya PDIP dan PDS ini, adalah jaringan alias mesin partai banteng moncong putih. \"Mirip PKS, PDIP mesin politiknya juga dikenal solid. Dua partai ini yang relatif mampu memobilisasi massa,\" ujar Qodari.

Dikatakan, jika saja Effendi muncul di Sumut jauh hari, tidak mendadak, maka bisa saja anggota DPR dari dapil DKI Jakarta itu memenangkan pilgub Sumut. Hal ini mirip yang dialami jago PDIP di pilgub Jabar, Rieke Dyah Pitaloka, yang dinilai Qodari juga telat didiklair partainya jadi cagub.

\"Rieke suaranya melejit, tapi juga hanya di nomor dua, tak tembus di nomor satu. Ini mirip Effendi di Sumut. Ini harus jadi pelajaran PDIP agar tidak mendadak mengajukan calon. Jangan-jangan Ganjar Pranomo yang dipasang di pilgub Jateng, juga akan mengalami hal yang sama,\" ulas Qodari.

Bagaimana dengan Gatot-Erry\" Qodari mengatakan, banyak hal yang menyokong kekuatan Gatot. Pertama, Gatot merupakan Plt gubernur. Sebagai calon incumbent, pria kelahiran Magelang ini jauh lebih populer dibanding calon lain. Popularitas ini penting untuk menggaet massa mengambang, yang beberapa jam sebelum masuk bilik suara, belum punya pilihan. Begitu pemilih membuka kertas suara, maka yang dicoblos adalah muka yang sudah dikenalnya.

Yang menarik, gagalnya Gatot dilantik menjadi gubernur Sumut definitif pada 28 Februari 2013, juga disebut Qodari telah mampu menarik simpati pemilih.

\"Masyarakat kita itu selalu simpatik dengan sesuatu yang disakiti. Gatot yang gagal dilantik malah mengundang simpati,\" kata pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Irwansyah, yang punya pendapat sama dengan Qodari.

Darmayanti Lubis menambahkan, daya tarik Gatot juga pada program-program yang ditawarkan. Salah satunya, memberikan asuransi kepada nelayan. Buktinya, suara Gatot-Erry unggul di Asahan, yang banyak warganya berprofesi nelayan.

Catatan lain, pada pilgub di tiga provinsi, semua jago Partai Golkar tidak berdaya. Di pilgub DKI Jakarta, Alex Nurdin yang diusung Golkar, raihan suaranya tak signifikan.

Tags :
Kategori :

Terkait