JAKARTA - Kabar baik muncul dalam persidangan perdana sengketa kunci jawaban ujian nasional (UN) 2012 di Komisi Informasi Publik (KIP) kemarin (19/3). Pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), selaku tergugat mengaku siap melayani siswa yang banding atau protes jika mendapatkan nilai rendah bahkan tidak lulus UN.
Dalam persidangan itu, Kemendikbud diwakili Prof Ibnu Hamad selaku pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID). Guru besar Universitas Indonesia (UI) itu mengatakan siswa yang tidak terima dengan hasil UN boleh mengadu ke pantia UN. \"Nanti kita layani. Dengan catatann hanya untuk pribadi siswa tersebut,\" tandasnya.
Alasannya, dokumen kunci jawaban UN adalah informasi publik yang dikecualikan. Dengan status tersebut, kunci jawaban UN tidak bisa diumbar Kemendikbud atau panitia walaupun ujian tahunan itu sudah rampung. Pihak Kemendikbud beralasan bila kunci jawaban itu dibuka masyarakat akan berpengaruh pada sistem ujian tahun berikutnya.
Melalui keterangan tersebut, muncul indikasi bank data yang dimiliki Kemendikbud tidak banyak. Sebab untuk UN tahun selanjutnya, ada sejumlah butir soal yang telah diujikan tahun sebelumnya. Namun dalam persidangan, Kemendikbud berusaha mengelak jika disebut memiliki stok butir soal UN sedikit.
Ibnu mengatakan, inti gugatan di KIP yang diajukan Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah soal kunci jawaban UN. Pria yang juga menjadi kepala pusat informasi dan humas (PIH) Kemendikbud itu menegaskan bahwa kunci jawaban UN baru akan dibuka khusus kepada peserta ujian.
Kasus seperti ini bukan hal baru untuk urusan ujian masuk jenjang pendidikan tertentu. Ibnu mencontohkan, pernah ada peserta seleksi masuk PTN di kawasan Jogjakarta yang protes kenapa dirinya tidak masuk. Padahal pelamar yang bersangkutan memiliki prestasi tingkat nasional yang banyak.
\"Siswa yang dinyatakan tidak lolos itu mengajukan protes, dan meminta hasil ujian ke panitia SNM PTN. Dan permintaan itu dituruti,\" katanya. Setelah melihat hasil penilaian itu, memang benar nilai pelamar tadi rendah sehingga kalah dengan pelamar lainnya.
Nah, untuk kasus UN ke depan juga demikian. Jika ada peserta UN yang merasa bisa mengisi soal tetapi nilai yang didapat kecil bahkan sampai tidak lulus, boleh protes atau meminta klarifikasi penilaian ke panitia. \"Bahkan kalau ada siswa yang tidak pernah belajar, tetapi dapat nilai UN tinggi juga boleh minta klarifikasi,\" ujarnya lantas tertawa. Ibnu mengingatkan pada intinya urusan ini akan diselesaikan antara siswa yang bersangkutan dengan panitia, tidak melibatkan unsur masyarakat lainnya.
Untuk jalannya sidang sendiri, saksi dari Kemendikbud sering mengeluarkan keterangan berbelit-belit. Di antaranya ketika majelis komisioner yang dipimpin Ahmad Alamsyah Saragih menanyakan soal risiko kunci jawaban UN dibeber ke masyarakat. Karena tidak ada jawaban yang jelas dan rinci, majelis komisioner meminta Kemendikbud menjawab secara tertulis dalam persidangan berikutnya.
ICW selaku penggugat berharap Kemendikbud konsisten dalam penyampaian keterangan. Koordinator ICW Febri Hendri mengatakan, dalam persidangan berkali-kali pihak Kemendikbud menyatakan soal UN itu rahasia negara. Tetapi dia pernah mendapatkan penjelasan dari Kemendikbud jika soal UN digunakan untuk bahan penelitian perguruan tinggi.
(wan/oki)