JAKARTA - Gonjang-gajing kenaikan harga BBM bersubsidi yang diproyeksi memperlambat laju pertumbuhan ekonomi, sepertinya tidak akan mengusik masa bulan madu investasi. Ini terkait dengan masih besarnya rencana investasi yang akan masuk Indonesia.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Chatib Basri mengatakan, saat ini investasi yang antri masuk ke Indonesia atau tengah dalam pipeline rencana investasi mencapai USD 86 miliar. “Sekitar Rp 860an triliun,” ujarnya usai Seminar Citi Outlook 2013 kemarin (16/5).
Ekonom yang juga kandidat kuat menteri keuangan ini mengatakan, Indonesia masih memiliki daya tarik kuat di mata investor, terutama karena besarnya konsumsi domestik akibat tumbuhnya masyarakat kelas menengah. “Karena itu, sektor yang terkait dengan barang konsumsi masih sangat prospektif,” katanya.
Menurut Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM Azhar Lubis, rencana investasi yang masih dalam pipeline tersebut merupakan bahan baku yang akan diolah menjadi realisasi investasi. “Sebagian investasinya akan terealisasi tahun ini, sebagian lagi pada 2014 dan 2015,” ucapnya.
Sementara itu, terkait dampak kenaikan harga BBM pada investasi, Chatib menyebut, kenaikan itu memang akan berdampak pada inflasi dan memperlambat laju pertumbuhan ekonomi. Namun, dampaknya hanya akan sementara. “Paling-paling hanya 3 atau 4 bulan. Setelah itu, fiskal kita akan membaik dan ekonomi tumbuh cepat lagi,” ujarnya.
Dalam seminar, beberapa peserta memang menyatakan was-was terkait kenaikan harga BBM yang dikhawatirkan menggerus daya beli masyarakat kelas menengah di Indonesia. Untuk menjawab kekhawatiran itu, Chatib pun memberi ilustrasi. Dia menyebut, masyarakat kelas menengah Indonesia dimulai dari kelompok yang memiliki pendapatan per kapita sekitar USD 10 per hari atau sekitar Rp 3 juta per bulan.
Pada 2003, lanjut dia, jumlah masyarakat kelas menengah ini sebesar 0,1 persen dari total populasi Indonesia. Pada 2012, jumlahnya sudah naik lipat 5 mencapai 0,5 persen dari populasi 241 juta jiwa, atau sekitar 1,2 juta jiwa. “Jadi, basis konsumennya tumbuh pesat. Plus, masyarakat yang beberapa tahun lalu ada di kelas menengah, sudah banyak yang naik ke kelas atas,” jelasnya.
Managing Director yang juga Chief Asia Pacific Economist Citigroup Asia Johanna Chua menambahkan, isu kenaikan harga BBM memang menjadi perhatian investor global. Sebab, selama ini investor melihat besarnya beban subsidi energi di Indonesia merupakan ancaman \"bagi ketahanan fiskal. “Karena itu, jika harga BBM dinaikkan, maka investor akan mendapat kepastian. Ini tentu positif bagi Indonesia,” ujarnya.
Meski demikian, lanjut Chua, investor akan tetap mencermati bagaimana kinerja pemerintah Indonesia untuk meredam inflasi akibat kenaikan harga BBM. Selain itu, respon Bank Indonesia (BI) juga akan dinanti, apakah langsung menaikkan suku bunga acuan (BI Rate) atau tidak. “Jika respons pemerintah dan BI bagus, investor akan makin percaya diri masuk ke Indonesia,” katanya.
(owi)