Persiapan 1,5 Bulan, Untuk Naskah Hanya 1 Minggu
EM Yogiswara, jurnalis dan dramawan yang juga seorang penyair, sukses menyutradarai Drama Sejarah Sultah Thaha Syaifudin, yang dipentaskan oleh Teater In Revolt (AiR) di Taman Budaya Jambi. Bagaimana kesan EM Yogiswara usai pementasan itu?
DEDI AGUSPRIADI
NAMA EM Yogiswara memang sudah tidak asing lagi di dunia kesusastraan Provinsi Jambi. Alumni Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unja itu, selain dikenal sebagai jurnalis (redaktur senior di harian pagi Jambi Ekspres), juga merupakan seorang penyair Jambi kawakan.
Puisi-puisinya terangkum di antologi puisi bersama, antara lain Nyanyian Kafilah, Prosesi, Jejak, Serambi 3, Percik Pesona I dan II, Muaro, Parade Karya Penyair Se Sumatera, Parade karya penyair Indonesia ‘Refleksi Setengah Abad Indonesia Merdeka, Parade Penyair Se Sumatera. Zamrud Khatulistiwa, Bumi Lada, dan Antologi Puisi Penyair Nusantara: 142 Penyair Menuju Bulan, ‘Negeri Angsa Putih’. Tanah Pilih, Lingua Franca. Puisi-puisi tunggal, yakni Hidup (1991), Kau Lahir (1992), Perempuanku (1992), Gaung (1994) dan Soco (Bentang Budaya Yogyakarta, 2001).
Baru-baru ini, EM Yogiswara sukses menyutradarai drama sejarah Sultan Thaha Syaifudin, Sultan Jambi, yang baru saja dipentaskan di Teater Arena Taman Budaya Jambi. Pergelaran drama sejarah Sultan Thaha Saifuddin karya dan sutradara EM Yogiswara ini merupakan kerjasama antara Teater AiR Jambi dengan Balai Teknologi Informasi, dan Komunikasi Pendidikan (BTIKP) Disdik Provinsi Jambi.
EM Yogiswara yang ditemui koran ini, kemarin, mengatakan, ada sekitar 40 pemain yang terlibat dalam pementasan produksi ke 28 Teater AiR Jambi ini. Drama ini berkisah tentang bagaimana heroik dan gigihnya perjuangan Sultan Thaha melawan penjajahan Belanda.
”Persiapan kita untuk pemetasan teater ini selama satu setengah bulan, sedangkan untuk naskah satu minggu,” ujar EM Yogiswara saat diwawancarai Koran ini di Taman Budaya Jambi, kemarin.
Dia juga mengakui, selama persiapan pementasan ini dilakukan, tidak ada kendala berarti yang ditemui di lapangan. Semuanya lancar-lancar saja. ‘’Lancar-lancar saja,’’sebuntya.
Pagelaran teater ini sengaja dilakukan untuk mengenalkan sejarah Sultan Thaha Saifudin kepada generasi muda dan masyarakat Jambi, supaya mencintai seni dan budaya jambi.
Sementara itu dengan pergelaran drama ini juga bisa menjadi media pendidikan yang mampu menambah wawasan dan dapat juga memberikan informasi supaya generasi muda bisa cinta tanah air, budaya dan seni.
Dia menambahkan, pemain Drama Sejarah Sultan Thaha Saifudin Jambi, rata-rata merupakan Mahasiswa Jurusan Seni dan Satra yang dari Universitas Batanghari (Unbari), Universitas Jambi (Unja) dan IAIN Jambi. Sedangkan untuk biaya pemetasan ini teater ini dari kerja sama dengan Balai Penelitian Imformasi komunikasi Pendidikan (BPIKP) dan dari penjualan tiket.
”Kita akan selalu kontinitas minimal satu tahun dua kali pementasan, namun sejak berdirinya teater AiR ini merupakan produksi yang ke 28,” katanya.
Rencananya akan ada lagi pementasan-pementasan selanjutnya, namun akan digelar selepas bulan puasa nanti. ‘’Istirahat dulu. Setelah lebaran, akan ada produksi yang ke 29, tetapi naskahnya belum dapat,” tandasnya. (*)