Menerapkan Obstruction of Justice dalam Kasus Korupsi

Rabu 03-07-2013,00:00 WIB
Oleh:

Oleh : Ilham Kurniawan Dartias

Korupsi bagaikan jamur di musin hujan. Jamur terebut sedang mewabah dan menyebar di Indonesia. korupsi bagaikan kentut tercium tapi sulit di deteksi. Jamak diketahui segala lini kehidupan bangsa telah bersemayang virus korupsi. Baik pusat daerah, aparat penegak hukum (hakim, Jaksa dan polisi), legislator dan konglongmerat bahkan pemerintahan terendah pun dihinggapai sindrom korupsi. Grafik Korupsi cenderung mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Mulai dari jumlah kasus, kerugian keuangan negara, segi kualitas tindak pidana yang semakin canggih, sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat. Berdasarkan catatan Kepala Biro Perencanaan Kejaksaan Agung Feri Wibisono mengatakan perkara korupsi tersebut yang masuk ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung Penanganan perkara korupsi di Indonesia per tahun mencapai 1.600 hingga 1.700 perkara, sehingga menduduki peringkat kedua di dunia setelah China yang mencapai 4.500 perkara. Berdasarkan survey oleh transparency.org, sebuah badan independen dari 146 negara, Indonesia menduduki peringkat kelima  negara yang dinyatakan sebagai negara terkorup dan Negara terkurup untuk kawasan asia pasifik. Sungguh prestasi yang fantanstis sekaligus memilukan.

Korupsi

Korupsi berasal dari istilah bahasa latin yaitu Corruption dan Corruptus yang mempunyai arti buruk, bejad, menyimpang dari kesucian, perkataan menghina, atau memfitnah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefenisikan korupsi merupakan penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan dan sebagainya untuk kepentingan pribadi maupun orang lain. Black Law Dictionary mengartikan korupsi adalah suatu perbuatan yan dilakukan dengan sebuah maksud untuk mendapatkan beberapa keuntungan yang bertentangan dengan tugas resmi dan kebenaran-kebenaran lainnya \"sesuatu perbuatan dari suatu yang resmi atau kepercayaan seseorang yang mana dengan melanggar hukum dan penuh kesalahan memakai sejumlah keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan tugas dan kebenaran-kebenaran lainnyasecara harfiah adalah “perbuatan yang buruk, seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya”.

Pada intinya korupsi adalah perbuatan yang busuk, buruk, menghambat pembangunan karena merugikan Negara, masyarakat dan merusak sendi-sendi kehidupan bangsa serta mengkhianati cita-cita perjuangan bangsa karena korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa (exstra ordinary crime).

Obstruction of Justice

Obstruction of Justice merupakan sutau tindakan seseorang yang menghalang-halangi proses hukum. Dalam terminologi hukum pidana Obstruction of Justice dikategorikan sebagai tindakan kriminal. Berdasarkan Pasal 216-222 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) menentukan bahwa tindakan pihak-pihak yang menghalangi proses hukum dapat dipidana. Khusunya Pasal 221 ayat (1) angka 1 KUHP menegaskan bahwa setiap orang yang melakukan tindakan menghalang-halangi proses hukum harus dipidana dan diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan. Pemidanaan orang-orang yang menghalangi proses hukum menjadi penting agar setiap proses hukum untuk mencari kebenaran materil atau melaksanakan suatu putusan peradilan dihormati oleh seluruh lapisan masyarakat.

Terapkan Obstruction of Justice !

Terhadap pihak yang melakukan Obstruction of Justice sudah seharusnya di jerat secara hukum karena KUHP mengatur tentang hal itu. Tindakan mengahalang-halangi proses hukum merupakan tindakan kriminal karena jelas menghambat penegakan hukum dan merusak citra lembaga penegak hukum. Dari berbagai kasus korupsi yang mencuat di Indonesia terlihat ada upaya pihak berkepentingan untuk menghalang-halangi proses hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Jika ini tidak ditindak tegas tentunya pelaku korupsi akan memamfaatkan jaringannya atau koleganya untuk terhindar dari proses hukum atau melemahkan pembuktian agar dia tidak terjerat hukum atau putusan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap tidak bisa dilaksanakan.

Sebut saja kasus eksekusi Susno Duo Aji yang dihalang-halangi oleh beberapa oknum seharusnya mereka yang terlibat dalam upaya menghalang-halangi eksekusi mantan Kabareskrim Komjen Pol Susno Duaji oleh Kejaksaan Agung dapat dipidana. Tindakan menghalang-halangi ini merupakan perbuatan menglawan hukum yang notabene mereka sudah jelas menerabas dan menentang penegakan hukum.

Begitu juga dalam kasus penghalang-halangan penyitaan aset mewah Lutfi Hasan Ishaq di kantor PKS. Tindakan yang dilakukan partai bernuansa syariah ini jelas tidak terpuji dan melawan hukum. Penulis menilai inti dari kasus PKS sebenarnya adalah mencuatnya kasus yang menerpa Lutfi Hasan Ishaq (LHI) dan Ahmat Fathanah yang dinilai akan berdampak domino pada beberapa kader dan PKS sendiri pada 2014. Sebut saja Hilmi, Menpan dan Presiden PKS Anis Matta yang tersandera dalam kemelut suap impor sapi dan beberapa proyek di Kementrian. Namun kemudian elit PKS seakan-akan mencari celah untuk melemahkan KPK dalam memburu aset-aset yang di duga merupakan hasil korupsi Mantan Presiden PKS ini.

Selain itu pernyataan atau sikap beberapa orang petinggi PKS tidak konsisten dan cenderung berubah-ubah. Awalnya PKS melaporkan penyidik KPK, akan tetapi beralih kepada Johan Budi selaku juru bica KPK akibat merespon tindakan penghalang-halangan penyitaan mobil mewah LHI yang terjadi di Kantor PKS. Kalau dilihat lebih jauh untuk apa PKS melaporkan Johan Budi ke Polisi, padahal dia berbicara mewakili kelembagaan, bukan perseorangan. Dia juga bekerja sesuai laporan penyidik. Disamping itu tindakan melaporkan ke polisi akan membuka kran perselisihan aatar KPK vs Kepolisisina dan bisa merusak pola hubungan baik antar lembaga. Kenapa PKS tidak menempuh jalur hukum kalau memang penyitaan aset ini melanggar aturan. Dari pada berkoar-koar dan menghalangi proses hukum serta melaporkan ke polisian praperadilan merupakan langkah yang elegan. Tindakan yang terkesan dibesar-besarkan ini akan lari dari persoalan inti sebenarnya yang sengaja atau dicoba dibendung yaitu korupsi sapi impor dan dugaan tindakan pencucian uang.

Seharusnya aparat penegak hukum baik KPK, Kepolisian maupun kejaksaan harus berani dan tidak boleh gentar menghadapi bentuk-bentuk obstruction of justice yang dilakukan oleh oknum yang berhati jahat. Peraturan perundang-undangan memberikan kewenangan kepada aparat penegak hukum misalnya  jika KPK masih mendapatkan perlawanan, maka berdasarkan pasal 21 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bisa digunakan bagai siapapun yang dianggap menghalangi proses pemberantasan korupsi. Sama halnya dengan Pasal 221 ayat (1) angka 1 KUHP menegaskan bahwa setiap orang yang melakukan tindakan menghalang-halangi proses hukum (obstruction of justice) harus dipidana dan diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan.

Kedepannya jika masih ada tindakan obstruction of justice) khususnya dalam kasus korupsi harus ditindak tegas karena menghalangi korupsi yang notabene kejahatan luar biasa (exstra ordinary crime) merupakan suatu kebusukan dan perbuatan yang jauh dari sense of anti corruption.

 (oleh : Staf Hukum dan Analisis Kebijakan KKI Warsi)

Tags :
Kategori :

Terkait