Hari ini KPU Gelar Pleno Rekapitulasi
JAMBI - Akhir-akhir ini banyak para incumbent yang bertumbangan dalam pertarungan Pilkada. Pada Pilkada Kota Jambi Sabtu kemarin misalnya, meski belum ada penetapan pemenang secara resmi dari KPU, berdasarkan hasil pleno ditingkat PPK kandidat incumbent, Bambang Priyanto dan Sum Indra tumbang oleh Sy Fasha-Abdullah Sani (FAS).
Sejatinya incumbent sebagai pemegang kendali kekuasaan akan mudah memenangkan pertarungan dibanding dengan pendatang baru. Karena selain sudah berbuat dan memperlihatkan kinerjanya selama menjabat, incumbent juga mempunyai kekuasaan dalam menggerakkan sumber daya yang dimilikinya.
Namun kenyataannya banyak incumbent dikalahkan oleh pendatang baru. Selain di Kota Jambi, sederet incumbent yang sebelumnya kalah juga terjadi dibeberapa daerah di Provinsi Jambi, seperti sebelumnya Nalim, ia gagal mempertahankan posisinya sebagai Bupati Merangin. Termasuk jauh di Batanghari Syahirsyah, di Tanjabbar Safrial dan beberapa nama lainnya.
Fenomena ini menurut Pengamat Politik Jambi, Jafar Ahmad dikarenakan salah satunya oleh faktor kinerja. Menurutnya, orang tidak puas dengan kinerja incumbent bukan mutlak karena kinerjanya buruk. Tapi tidak puas karena tidak memperoleh informasi dengan kinerja incumbent.
“Boleh jadi karena kinerjanya buruk dan diketahui oleh public, atau boleh jadi kinerjanya baik tapi tidak terinformasikan. Informasi ini salah satu hal yang sangat penting dalam politik demokrasi dimana pemilihnya itu masyarakat,” tuturnya.
Dalam konteks berdemokrasi, harus menjadi orang baik dan diketahui orang banyak atau public. Jika kinerja incumbent tidak terinformasikan, bisa saja orang menganggap tidak baik.
“Kinerja menjadi penentu sepanjang terinformasikan atau tidak terinformasikan. Kinerja itu harus diinformasikan,” ujarnya.
Penyebab lainnya juga sikap apatisme pemilih terhadap incumbent. Apatisme ini karena tidak berhasil atau gagal mengkomunikasikan dirinya sebagai orang baik dan peduli dengan masyarakat.
“Bukan berarti dia gagal sebagai orang baik, tapi tidak sampai informasinya kepublic bahwa dia adalah pemimpim yang memiliki harapan untuk dipilih lagi oleh masyarakat, ini suatu masalah yang amat penting,” sebutnya.
Kemudian terhadap Sum Indra yang bersaing dengan Fasha, Jafar melihat ini karena Fasha sudah mampu melewati sekat-sekat sosiologis. Maksudnya selama ini orang berpandangan bahwa Fasha bukan orang Jambi, dan juga tidak punya dinasti. Ia sudah melampaui sekat-sekat ini. Sehingga dia yang minoritas bisa dipilih dan Sum Indra bisa ditumbangkan.
“Walaupun mungkin ada sumbangan dari Abdullah Sani dari basis Jawa. Ketika Abdullah Sani bissa merangkul masa Jawa dalam waktu bersamaan juga bisa menggerus massa Bambang Priyanto . Jadi bagaimana pun Fasha sudah mampu melewati sekat-sekat itu,” katanya.
“Ini yang harus dijaga oleh Fasha, jangan sampai dia yang minoritas menjadi masalah bagi kelompok mayoritas nantinya. Ia harus menjadi orang yang disenangi tidak hanya oleh kelompok minoritas tapi juga kelompok mayoritas. Kalau tidak berhasil ia menjaga itu dalam lima tahun ini, maka ke depannya ia juga akan gagal,” sambungnya.
Dikatakan Jafar, kemenangan FAS juga karena sudah lama melakukan sosialisasi. Inilah kadang-kadang oleh calon lain dianggap tidak penting untuk cepat memulai start.
“Waktu sosialisasi itu berbanding lurus dengan popularitas dan juga berbanding lurus dengan elektabilitas kalau dilakukan dengan cara yang benar. Orang yang lama melakukan sosialisasi akan lebih popular dan tingkat keterpilihannya tinggi. Begitupun orang yang semakin sempit waktu melakukan sosialisasi, semakin kurang popular dan rendah popularitasnya, walaupun dilakukan dengan cara yang benar,” katanya.